Raymond Tjandrawinata: Melihat Potensi Obat Herbal di Indonesia

Senin, 17 Oktober 2016 | 07:00 WIB
Raymond Tjandrawinata: Melihat Potensi Obat Herbal di Indonesia
Raymond R Tjandrawinata. (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Sangat besar, karena saya bekerja dengan tim multidisipliner. Saya memberikan ide dan memimpin tim dari mengembangkan produk sampai bisa masuk ke pasar. Pertama, harus mempunyai ide. Ide itu harus diterima pasar.

Selanjutnya bagi project dari sisi bidang kimia, molukuler, dan lain-lain. Semua anggota tim harus memberikan pendapat agar hasil produk tidak boleh gagal. Tapi penelitian obat-obatan mempunyai banyak risiko  gagal.

Di dunia, ada 10 ribu senyawa tapi belum tentu bisa jadi obat. Mungkin akan menyembuhkan pasien, tapi efek samping negatif besar. Kemudian, obat sudah jadi dan bagus, tapi sulit dibuatnya. Dalam obat herbal juga seperti itu, bahkan pengembangan obat herbal lebih sulit.

Jadi awal merencanakan untuk meneliti sebuah obat, harus dipikirkan kesulitan yang akan dihadapi sampai akhir pengembangan.

Mengapa pembuatan obat herbal sulit?

Kadang karena supply bahan baku tanaman tidak ada, maka dipastikan akan gagal. Atau jika tanaman bahan obat yang hanya ada di kawasan terpencil. Siapa yang ingin menanam? Kadang saat dibawa ke daerah Jawa untuk ditanam, belum tentu tumbuh.

Tanaman herbal kebanyakan bisa tumbuh karena tanahnya bagus, unsur hara, mengandung kelembapan tertentu, kemudian bakteri harus cocok. Untuk membuat produk obat dari herbal, tanaman harus distandarisasi untuk ditanam di suatu tempat. Nantinya tidak boleh diambil dari tempat lain. Ketika tumbuhan itu ditanam di tempat lain, kandungan ekstraknya belum tentu sama.

Artinya jarang sekali tumbuhan herbal yang bisa dibudidayakan…

Betul. Makanya hanya beberapa tumbuhan yang bisa dipakai untuk herbal dan bisa dibudidayakan.

Berapa banyak kegagalan Anda dalam membuat sebuah produk?

Banyak sekali. Dalam rata-rata statistik, satu produk kira-kira bisa gagal meneliti 50 tumbuhan. Untungnya Indonesia mempunyai jenis tumbuhan terbanyak kedua di dunia. Jadi masih banyak yang bisa diteliti.

Dari 9 obat yang Anda temukan, mana yang paling sulit?

Yang paling sulit mengembangkan obat dari cacing tanah. Cacing tanah di Indonesia ada 6 spesies, dan sangat mirip dari sisi fisik. Dari studi DNA, baru akan ditemukan perbedaannya. Membuat produk yang stabil dari cacing tanah sangat sulit.

Cacing tanah mempunyai 20 ribu protein, yang hanya diperlukan 8 protein untuk mendapatkan trombolisis. Sehingga protein yang tidak terpakai harus dihilangkan dari proses biotekologi.

Saat dikembangkan tahun 2006, tidak ada supply cacing tanah yang siap. Karena yang dibutuhkan sekian ton. Akhirnya saya mendapatkan cara untuk memanen dan menggandakan cacing tanah oleh petani. Tapi tidak mudah, cacing tanah di dalam tanah banyak musuhnya.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI