Lalu selama di Solo apa yang Anda lakukan?
Ibu saya kan masih di tahan beberapa kali, setelah di Solo dua tahun kemudian saya masuk SD, saya lulus SD masuk SMP. Saya waktu kelas 1 SMP harus mengurus adik-adik saya yang jumlahnya lima. Saya nggak ngerti bagaimana saja menjadi ibu dari adik saya meksipun ada bule saya ada pembantu dan ada saudara yang ikut membantu, namun saya berpikiran apa yang aku bisa lakukan, saat itu aku paling bisa memberi contoh yang baik pada adikku dan aku sekolah yang benar.
Saya mulai berpikiran harus berupaya untuk meringankan beban keluarga. Saya punya kesadaran untuk membelikan adik saya alat tulis. Dari sana saya mulai bekerja, dari kelas 1 SMP saya sudah kerja, kerja pertama itu menempelkan amplop.
Dari sana saya dapat uang. Selain itu kadang membantu teman belajar sehabis belajar bareng kadang dikasi uang hanya nemani belajar tetangga. Pernah juga saya merajut pakaian bayi lalu dikardusin, satu set ada baju ada sarung tangan, dari situ saya dapat uang lagi.
Selain itu kalau adik saya sakit, saya disuruh bawa ke dokter waktu itu saya yang bawa. Bulek saya kan sibuk karena harus nengok anaknya di Riau.
Ibu saya kan di tahan lagi kemudian dibawa ke Semarang. Adik saya yang bungsu dibawa ibu saya ke tahanan Mbulu setelah itu dipindah lagi dari Semarang ke Bukit Duri. Ibu saya bebas tahun 79. jadi hidup saat itu benar-benar mandiri.
Anda tahu bapak Anda adalah seorang pemimpin Partai Komunis Indonesia?
Saat kecil ya ndak tahu, saya tahu bapak saya ikut partai waktu duduk dibangku SMP, tepatnya di SMP Negeri Solo. Itupun saya taju dari buku sejarah, di buku itu ada tulusan Aidit, Lukman Njoto gembong PKI, tulisannya gitu.
Saya berpikiran, wau ini berarti yang menyebabkan saya seperti ini sekarang. Saya sebelumnya tidak mengerti kenapa bapak saya dicari-cari, saya sendiri tidak pernah tahu kenapa pindah rumah, saya tidak mengerti sama sekali. Owh ternyata karena bapak.
Meskipun saya tidak percaya bapakku ada kaitannya dengan pembunuhan Jenderal, akan tetapi saya jadi mengerti ini lho peristiwa yang menyebabkan hidup saya seperti ini.
Sampai saat ini meskipun sistem reformasi serta demokrasi diterapkan, Anda masih mengalami Stigma?
Masih dirasakan, ada pihak tertentu yang tahu siapa saya, namun saya bersyukur keluarga kami memahami, di luar saya ada banyak keuarga lain tidak diterima bahkan diusir karena takut itu ada.
Bagaimana dengan diskriminasi?
Saya merasa kadang seperti saya punya penyakit disingkirkan orang diaggap bagaimana gitu, dilihat bagaimana gitu, sekarang pun gitu.
Saya pernah satu keluarga pergi dari rumah selama beberapa bulan karena ada FAKI. Saat itu sedang ada kegiatan diskusi kejadiannya tangga 27 Oktober 2013. Orang FAKI mengrebek diskusi itu.