Agus Hasanudin: Topi Bambu Bukan Hanya Tradisi, Tapi Juga Menunjang Ekonomi

Senin, 12 April 2021 | 06:10 WIB
Agus Hasanudin: Topi Bambu Bukan Hanya Tradisi, Tapi Juga Menunjang Ekonomi
Ilustrasi wawancara. Agus Hasanudin, pengrajin topi bambu asal Tangerang. [Foto: Dok. pribadi / Olah gambar: Suara.com]

Apa inspirasi Anda secara pribadi dalam melahirkan topi-topi bambu ini?

Ya, saya punya konsep social entrepreneur. Nah, bermodalkan konsep tersebut, saya bisa menciptakan lapangan pekerjaan sebanyak mungkin untuk masyarakat sekitar dan menumbuhkan ekonomi masyarakat.

Saya melihat sebetulnya masyarakat ini membuat anyaman topi bambu dari dulu dan secara turun-temurun. Bahkan sekarang banyak di kampung-kampung di wilayah Kabupaten Tangerang, kurang lebih ada 30 desa, dan sekarang totalnya ada sebanyak 2.000 orang yang bisa menganyam.

Saya rasa itulah potensi-potensi yang ada, dan tentunya akan bisa menjadi jembatan meningkatkan ekonomi masyarakat yang ada di pedesaan di Kabupaten Tangerang. (Sebab) Bahkan pada tahun 1943, bambu yang ada di Kabupaten Tangerang (sudah) menjadi logo Kabupaten Tangerang. Itulah perkembangannya.

Saya sekarang saja sedang mengikuti pameran di BTC Mall Bandung, dan itu kerja sama Dinas Koperasi dan UKM Kota Bandung dengan komunitas kita. Jadi kita memperkenalkan produk kopiah anyaman bambu bahkan sampai ke produk helm sepeda.

Jika respon dari pasar sendiri menyambut baik dengan adanya helm bambu, kenapa tidak kita lakukan produksi besar-besaran untuk menunjang permintaan pasar. Selain itu, kan untuk meningkatkan pegiat anyaman kembali eksis dan tidak punah.

Agus Hasanudin, pengrajin yang juga pendiri Komunitas Topi Bambu asal Tangerang, bersama produk-produk kerajinannya. [Dok. pribadi]
Agus Hasanudin, pengrajin yang juga pendiri Komunitas Topi Bambu asal Tangerang, bersama produk-produk kerajinannya. [Dok. pribadi]

Kesulitan apa yang Anda alami saat awal-awal memasarkan produk topi bambu?

Basically, saya kan dulu di marketing di salah satu perusahaan nasional di Jakarta, jadi secara keilmuan saya sudah punya. Saya hampir 15 tahun bekerja di perusahaan nasional, jadi sudah cukuplah untuk mengembangkan bagaimana strategi marketing, bagaimana penjualan, bagaimana meningkatkan profit.

Nah, salah satunya, karena saya juga suka menulis dan akhirnya kita banyak promosi, kebetulan blog kita juga banyak dan kita lebih sering memposting di blog-blog kita sendiri. Banyak orang yang menggunakan media lainnya, namun saya lebih fokus untuk ke blog dan meningkatkan berbagai macam produk dan kualitas, sehingga prepack.

Baca Juga: Wali Kota Cilegon Helldy Agustian: Ingin Lebih Bermanfaat bagi Orang Lain

Menurut saya, tidak ada kesulitan yang dialami saat memasarkan produk anyaman dari bambu. Di sisi lain, sejarah yang melekat di wilayah Kabupaten Tangerang identik dengan bambu, sehingga pasar pun sudah tahu. Kita hanya mempertahankan saja agar tidak punah budaya di Kabupaten Tangerang, dan topi bambu memang sebelumnya sudah punya nilai jual.

Untuk bahan baku sendiri, itu menggunakan bambu apa?

Pohon bambu ini kan di dunia ada 176 spesies jenis bambu. Di Tangerang ini untuk memproduksi topi bambu menggunakan bambu tali yang ada di masyarakat. Memang banyak manfaatnya, tapi kalau tidak bisa membuat teknik anyaman tradisi turun-temurun ini akan punah begitu saja.

Kondisinya itu, kelebihan anyaman topi bambu yang ada di Tangerang ada yang namanya minitiang, itu yang membendakan dengan topi-topi lain. Itu kelebihannya. Sehingga pasar pun bisa membedakan mana produk asli dari Kabupaten Tangerang, mana yang tidak asli.

Berapa harga topi bambu saat ini? Dan sebelumnya pula, seberapa besar potensinya?

(Tahun) 1984 (itu) topi bambu menjadi atribut anyaman seragam pramuka, sehingga pasarnya itu ada. Seluruh Indonesia menggunakan atribut topi bambu pramuka, dan (itu) dibuat di Tangerang.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI