Jokowi Tegaskan Redistribusi Aset Bukan Bagi-Bagi Lahan

Selasa, 25 April 2017 | 09:09 WIB
Jokowi Tegaskan Redistribusi Aset Bukan Bagi-Bagi Lahan
Presiden Jokowi membuka Kongres Ekonomi Umat 2017 di Jakarta Sabtu (22/4/2017). [Foto Rusman - Biro Pers Setpres]

Perlambatan ekonomi hampir terjadi di semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Meski mengalami perlambatan, Indonesia masih dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen.

Bahkan di antara negara-negara G20, pencapaian tersebut masih berada di peringkat ketiga setelah India dan Cina.

“Ini juga patut kita syukuri, tapi perlu dilihat lebih detail, pertumbuhan ekonomi itu yang menikmati siapa?” ucap Presiden Joko Widodo saat berbicara di Pembukaan Kongres Ekonomi Umat Tahun 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Jakarta, Sabtu (22/4/2017).

Pernyataan Presiden tentang siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia bukanlah tanpa sebab. Berdasarkan data rasio ketimpangan atau gini ratio tahun 2016, memang terjadi penurunan dimana gini ratio berada di angka 0,397. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan gini ratio pada bulan Maret 2015 sebesar 0,408 dan gini ratio bulan September 2015 sebesar 0,402.

“Kalau dibanding tahun sebelumnya, ini sudah turun sedikit. Tapi kita ingin agar ini bisa turun banyak lagi,” ujar Presiden.

Dengan mengunjungi banyak kota dan kabupaten di Indonesia, Presiden memahami betul apa yang diinginkan oleh masyarakat tingkat bawah, seperti buruh, petani, petambak, dan nelayan kecil. Mereka semua menginginkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, kemarin Jumat (21/4/2017) secara resmi pemerintah meluncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi di Alun-Alun Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.

“Ada dua hal besar yang ingin saya sampaikan di sini. Pertama redistribusi aset dan reforma agraria dan kedua kemitraan,” Presiden menjelaskan.

Mengenai redistribusi aset dan reforma agraria, Presiden menjelaskan bahwa saat ini di Indonesia terdapat 126 juta bidang tanah, tapi baru 46 juta bidang telah disertifikat atau masih sekira 60 persen lebih bidang tanah yang belum disertifikatkan.

Beragam masalah menjadi penyebab masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki sertfikat, salah satunya adalah masyarakat tidak memiliki biaya untuk mensertifikatkan tanahnya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Luncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi

“Kedua tanah-tanah itu berada di posisi yang memang tidak seharusnya untuk pemukiman maupun lahan garapan,” ujar Presiden.

Guna meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki sertifikat, Presiden memberikan target kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai jumlah sertifikat yang akan diserahkan kepada masyarakat setiap tahunnya. Tahun 2017, sebanyak 5 juta sertifikat tanah harus dikeluarkan, sedangkan tahun 2018 sebanyak 7 juta sertifikat dan tahun 2019 sebanyak 9 juta sertifikat tanah.

“Kemarin sudah kita mulai di Boyolali, sudah kita serahkan 10.055 sertifikat dan ini akan terus kita lakukan,” kata Presiden.

Banyaknya masyarakat yang belum memiliki sertifikat menyebabkan mereka tidak memiliki akses permodalan, baik ke bank, bank syariah, ventura capital, bank umum dan lembaga keuangan lainnya.

“Karena tidak memiliki jaminan. Karena dengan (sertfikat tanah) itu rakyat punya akses modal ke lembaga keuangan,” Presiden menerangkan.

Lebih lanjut, Kepala Negara menyatakan bahwa saat ini pemerintah telah mengumpulkan 12,7 juta hektare lahan hutan dan 9 juta lahan yang akan dibagikan. Namun, program tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan visi pemerintah dalam rangka memperkecil kesenjangan dan ketimpangan di Tanah Air.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI