Diakuinya, Peraturan Menteri Pertanian nomor 38 tahun 2017 tentang rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH), dimana para importir diwajibkan menanam sebanyak lima persen dari volume pengajuan impor, adalah hal yang baik. Namun, bukan berarti ini menjadi jaminan.
Sehingga dia berpendapat, terdapat kekacauan dalam perencanaan tata kelola bawang putih.
"Sekarang kita seolah-olah impor dalam jumlah besar, dan itu sangat merugikan presiden," imbuhnya.
Terkait dengan penugasan Bulog untuk melakukan impor 100 ribu ton bawang putih, dia mewanti-wanti jangan keputusan tersebut justru semakin membenani kerja Bulog.
"Tapi kalau tidak punya infrastruktur terkait, ya tentu biaya tinggi, karena harus pinjam gudang yang cocok untuk bawang putih, cost lagi disana. Sehingga tujuan utama untuk amankan pasokan bawang putih jadi terganggu," kata Andreas.
Masalah distribusi dari Bulog ke tingkat pasar juga harus dipertimbangkan secara matang.
"Belum lagi masalah jaringan distribusinya. Karena tidak mungkin Bulog petugasnya diturunkan jualan bawang putih di pasar," katanya.
Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Darmin Nasution sebelumnya memerintahkan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk mengimpor bawang putih sebesar 100.000 ton.
Impor ini untuk mengendalikan harga bawang putih yang mengalami kenaikan. Bulog, dalam impor kali ini diberikan keleluasaan tanpa harus memenuhi syarat tanam 5% dari impor yang dilakukan, sebagaimana dilakukan wajib oleh pihak swasta.
Baca Juga: Bulog Tepis Ucapan Prabowo soal Stok Beras Hanya Bertahan 3 Minggu