Sedangkan rasio konsumsi gas untuk amoniak sebesar 35,92 mmbtu/ton yang juga lebih efisien dari rencana sebesar 36,05 mmbtu/ton. Pencapaian tersebut disebabkan pabrik-pabrik beroperasi secara optimal sehingga dapat meningkatkan efisiensi konsumsi pabrik secara konsolidasi.
Selain itu, realisasi rasio konsumsi gas urea dan amoniak 2019 lebih efisien dari tahun 2018, dikarenakan penghentian operasional pabrik Pusri IV yang konsumsi energinya tinggi. Efisiensi ini penting dalam mengurangi beban pemerintah atas subsidi, termasuk untuk peningkatan daya saing produk Pupuk Indonesia Grup.
Dalam hal penjualan, Perseroan berhasil menjual produk pupuk dengan total capaian sebesar 12.604.778 ton atau 96,65% dari rencana. Penurunan penjualan ini lebih dikarenakan penyesuaian alokasi Permentan yang menjadi 8,8 juta ton dari rencana semula 9,5 juta ton.
“Sepanjang 2019 kami berupaya maksimal menjaga ketersediaan stok pupuk di seluruh daerah guna menghindari terjadinya kekurangan pupuk bersubsidi,” tegas Aas.
Pupuk Indonesia sendiri, selalu memprioritaskan pasokan pupuk untuk dalam negeri, khususnya untuk sektor tanaman pangan.
“Bila kebutuhan untuk subsidi dan sektor pangan dalam negeri sudah terpenuhi dan stoknya dipastikan aman, baru kita akan menjual ke sektor komersil maupun ekspor,” jelas Aas
Penjualan pupuk komersil baik dalam negeri dan luar negeri di tahun 2019 adalah sebesar 3.896.130 ton atau 111,58% dari rencana. Pencapaian penjualan urea di sektor komersil lebih tinggi dari rencana karena tingginya permintaan di pasar ekspor, sekaligus sebagai strategi perusahaan untuk memanfaatkan momentum harga jual ekspor yang kompetitif.
Total pendapatan usaha sepanjang 2019 mencapai Rp 71,25 Triliun, mengalami peningkatan dibanding tahun 2018 yang mencapai Rp 69,44 Triliun.
“Di tahun 2019 kami juga mencatat kontribusi kepada negara sebesar Rp 6,52 triliun yang terdiri dari total pajak dan deviden,” ungkapnya.
Baca Juga: Tahun Ini, Alokasi Pupuk Subsidi untuk Sumenep Meningkat dari Sebelumnya
Kinerja Lima Tahun