Tips dari HAUS! Agar UMKM Masuk Pasar Kelas Menengah Atas

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 26 Agustus 2022 | 15:09 WIB
Tips dari HAUS! Agar UMKM Masuk Pasar Kelas Menengah Atas
Ilustrasi umkm (freepik)

Suara.com - Naik kelas dan menjadi lebih besar adalah tujuan dan harapan semua pebisnis, termasuk pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM). Skala usaha yang lebih besar menuntut upaya yang lebih baik lagi dalam pengelolaan dan pengembangan produk, pemasaran, hingga tata kelola keuangan yang baik.

Menimba ilmu dari pelaku UMKM yang telah sukses naik kelas menjadi pembelajaran yang sangat berharga. Pengalaman suka dan duka berusaha mengembangkan usaha bisa menjadi modal untuk lebih cepat naik kelas.

Salah satu UMKM yang telah naik kelas untuk masuk ke pasar kelas menengah atas adalah HAUS!, produsen minuman kekinian yang menyediakan produk teh, teh susu, coklat, hingga kopi dengan harga terjangkau. Bergerak pada industri Food and Beverage (FnB), HAUS! kini telah memiliki 210 gerai di seluruh Indonesia.

Gufron Syarif, CEO & Co-Founder HAUS!, mengatakan bahwa sebelum mendirikan HAUS!, dirinya pernah berjualan ayam goreng dan rendang kemasan. Kedua usaha itu kemudian harus tutup.

Namun, tekad untuk berusaha tidak pernah luntur. Pasar yang tidak berkembang ketika berjualan rendang kemasan membuat Gufron beralih ke bisnis minuman kekinian dengan target pasar generasi muda yang lebih menjanjikan.

Pilihan masuk ke bisnis minuman kekinian tidak lepas dari cita-cita Gufron untuk memiliki usaha berskala nasional bahkan regional. Setelah riset panjang soal jenis usaha yang sesuai di level nasional dan regional, pada 2015, Gufron mulai merintis HAUS!.

Menurutnya, UMKM naik kelas bukan hanya berarti naik segmen targetnya, tetapi juga skala usaha atau target pasarnya. Jenis usaha yang dipilih tidak lagi berdasarkan selera atau insting, melainkan perlu mengandalkan riset pasar.

“Dulu usaha ayam goreng dan rendang itu berdasarkan insting saja. Pola pikir itu harus diubah. Kalau kita ingin besar, kita harus tahu apa yang market butuhkan berdasarkan riset. Jadi, saya lakukan market research peta FnB di Indonesia dan luar negeri,” ujarnya pada Webinar UMKM Untuk Indonesia, Jumat (12/8/2022).

Webinar ini merupakan serial dari tema besar UMKM Bangkit, Ekonomi melejit yang diselenggarakan oleh PT HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna), bekerja sama dengan Bisnis Indonesia. Serial webinar masih akan dilanjutkan pada Kamis, 18 Agustus, hingga pertengahan September 2022 dengan mengangkat tema UMKM Go Digital.

Baca Juga: Sosialisasikan Perda, Garinca Dorong Kebangkitan UMKM Lamtim

Pembicara yang akan tampil pada webinar UMKM Go Digital nanti ialah Sandiaga Uno, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Agus Budi Setiawan dari toko Sampoerna Retail Community (SRC) Indra Jaya, Susmiatiningsih dari toko SRC Toko Cemara Tujuh, Adi Widodo dari toko SRC Nikimura, Irfan Prabowo selaku Head of Marketing Lemonilo, dan Arshy Adini, Executive Director-Strategic Collaboration iDea.

Gufron melanjutkan, untuk naik kelas, langkah awalnya adalah melakukan riset pasar. Sebelum mendirikan HAUS, di Tanah Air kala itu (2015) muncul kopi susu yang fenomenal dengan brand Tuku. Dengan toko seluas 4x8 meter, Tuku bisa menjual kopi hingga 1.000 cup sehari dengan harga Rp15.000 per cup.

Keyakinan untuk masuk ke segmen minuman kekinian bertambah dengan kehadiran layanan online delivery beberapa tahun terakhir. Mereka telah mengubah peta pasar FnB. Menurutnya, bagi UMKM, memanfaatkan saluran teknologi termasuk e-commerce merupakan suatu keharusan.

“Setelah Tuku, muncul brand toko lainnya. Artinya, saya harus belajar mengenai industri minuman grab and go. Sejak ada online delivery, pertumbuhan luar biasa. Saya pelajari market minuman kekinian dari China. Bahkan ada brand kopi dari Tiongkok yang mampu IPO (initial public offering) di Nasdaq di Amerika Serikat,” katanya.

Yang menarik dari riset pasar Tiongkok, kata Gufron, industri minuman bubble tea lebih besar daripada kopi. Sementara di Tanah Air pada 2015 yang lagi hype atau tren adalah kopi susu. Alasannya, anak muda lebih suka minuman manis, sementara kopi lebih digemari orang dewasa.

“Saya pelajari seperti apa market Indonesia. Setelah itu, saya memutuskan masuk ke kategori Boba (bubble tea). Karena modal terbatas, saya mulai dari kelas menengah ke bawah. Sekitar 45% penduduk Indonesia justru menengah ke bawah, tapi daya beli tidak sebaik menengah ke atas,” tambahnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI