Suara.com - Komunitas pakar kebijakan publik yang tergabung dalam Asosiasi Analis Kebijakan Indonesia (AAKI) mengusulkan tiga langkah yang dapat diambil Pemerintah untuk menjaga stabilitas fiskal di APBN. Seperti diketahui, dana subsidi dan kompensasi energi di APBN 2022 melonjak tiga kali lipat hingga menyentuh Rp502 trilun. Angka ini bahkan diprediksi akan menembus Rp698 triliun sampai akhir tahun jika tidak ada langkah konkret mengatasinya.
Diberi-nama Skenario 3W, tiga langkah itu adalah wajib menyesuaikan harga BBM bersubsidi, wajib menyediakan bantalan pengaman sosial bagi masyarakat, dan wajib melakukan reformasi energi.
“Ini merupakan hasil kajian cepat AAKI untuk mempelajari urgensi dan dampak kebijakan penyesuaian subsidi BBM terhadap berbagai aspek,” tulis rilis AAKI yang ditandatangani Ketua Umum Dr–Ing Totok Hari Wibowo dan Wakil Ketua Dr Marcelino Pandin, Jumat (2/9/2022).
AAKI menilai pemerintah wajib menyesuaian subsidi dan kompensasi BBM dengan tujuan agar terpenuhinya prinsip-prinsip keadilan, persamaan kesempatan, dan inovasi. Prinsip keadilan yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya pengalihan subsidi dan kompensasi BBM ke sektor lain yang lebih produktif dan berpihak ke rakyat paling membutuhkan bantuan, seperti di kesehatan dan pendidikan.
Langkah penyesuaian subsidi ini sangat tepat sebagai koreksi penyaluran subsidi melalui harga BBM yang selama ini kurang tepat sasaran. Penguatan alokasi APBN ke sektor produktif akan lebih berkeadilan dan memberi persamaan akses bagi masyarakat untuk maju dan menaiki tangga status sosial ekonomi.
Selain itu, penyesuaian subsidi juga wajib diikuti dengan dorongan oleh pemerintah terhadap inovasi energi, terutama dalam peningkatan efisiensi energi dan pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT).
Naiknya harga energi fosil membuka kesempatan bagi EBT yang selama ini mengalami banyak tantangan pada peraturan dan persaingan harga serta potensi munculnya resistensi pemain lama industri minyak dan gas yang selama ini mendapatkan keuntungan.
Kebijakan penyesuaian subsidi BBM berpotensi meningkatkan inflasi dan berupa kenaikan harga barang dan jasa yang dampaknya paling dirasakan oleh masyarakat ekonomi lemah dan kelompok rentan. Sejalan dengan reformasi dan asas desentralisasi, pengendalian inflasi bukan lagi hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat, tapi juga pemerintah daerah (Pemda) melalui pembentukan Tim Pengendali Inflasi (TPI) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) sejak tahun 2005 yang fungsi koordinasinya difasilitasi oleh Pokjanas TPI.
Oleh sebab itu, Pemda tidak boleh lepas tangan dan harus mulai bekerja untuk mengantisipasi segala dampak inflasi yang muncul akibat naiknya harga jual BBM akibat subsidi yang tidak tepat dicabut. Sementara pemerintah pusat wajib menyediakan bantalan berupa bantuan sosial untuk mempertahankan daya beli masyarakat. Bagi pelaku usaha mikro dan kecil, wajib diberikan kompensasi dan insentif untuk mempertahankan produktivitas UKM yang merupakan salah satu pilar utama perekonomian Indonesia.
Baca Juga: Apa itu Panic Buying? Begini Definisi, Penyebab dan Contoh Peristiwa
Kenaikan harga BBM bersubsidi wajib menjadi momentum bagi pemerintah untuk melakukan reformasi di industri energi Indonesia secara menyeluruh. Reformasi harus dimulai dengan pengadaan dan peningkatan kualitas data pendukung pembenahan tatakelola untuk merealisasikan ekonomi yang berkeadilan.