Suara.com - Harga Pertalite yang melonjak menjadi Rp10.000 per liter menuai protes dari sejumlah kalangan, terutama masyarakat kecil dan pengemudi ojol yang sangat bergantung pada BBM. Lalu apakah harga bahan bakar bersubsidi ini sebenarnya bisa turun ke harga sebelumnya yakni Rp7.650 per liter?
Patokan harga BBM sebenarnya mengacu pada harga minyak mentah atau Indonesian Crude Price (ICP). Saat harga Pertalite masih di angka Rp7.650 per liter, harga ICP berada di kisaran USD 42 per barel.
Namun, kini harga ICP melonjak hingga di atas USD 100 per barel sehingga pemerintah harus mengambil kebijakan menaikkan harga BBM agar subsidi tak jebol.
Kendati begitu, harga minyak dunia yang dinamis serta pengaruh dari situasi geopolitik di seluruh dunia. Walau demikian, kenaikan harga Pertalite ini tetap berada di bawah harga keekonomian.
Dampak dari kenaikan BBM tahun ini akan memperparah inflasi. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) memperkirakan inflasi tahun ini akan berada di kisaran 6,6 – 6,8 persen.
Dugaan Monopoli Harga
Setelah kenaikan Pertalite, Pertamina menuntut seluruh SPBU swasta yang beroperasi di Indonesia untuk menyesuaikan harga BBM yang dijual. Penjualan BBM tidak boleh lebih rendah daripada yang dijual Pertamina.
Isu ini menjadi perhatian setelah SPBU Vivo yang terafiliasi dengan perusahaan migas di Swiss menjual BBM jenis Revvo 89 seharga Rp8.900 per liter, atau jauh di bawah harga Pertalite.
Penetapan harga tersebut dianggap menyalahi aturan lantaran harga BBM swasta seharusnya lebih mahal dari Pertamina. Alasannya menurut Menteri ESDM Arifin Tasrif, pihak swasta perlu mematuhi kebijakan untuk menekan selisih atau disparitas harga bagi masyarakat. Dirjen Migas Tutuka Ariadji mengatakan, BBM Revvo 89 harus sepakat menyesuaikan harga dengan Pertalite yang baru saja naik.
Baca Juga: Tarif Ojol Naik, Kemenhub Jelaskan Besarannya di Tiga Zona
Padahal dalam Pasal 5 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat disebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas mutu suatu barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama.