“Oleh karena itu, kita sudah riset dan mengembangkan jati yang pertumbuhannya double, dimana dalam 20 tahun lingkarnya sudah bisa mencapai 40 cm,” ujar wahyu.
Pun demikian dengan kayu putih. Saat ini, kata Wahyu, kebutuhan kayu putih sekitar 15 ton per tahun. Sementara, dari sisi produksi baru bisa memenuhi 20 % kebutuhan nasional.
“Untuk menjawab tantangan tersebut, kami sudah melakukan riset dan pengembangan untuk membuat bibit tanam unggul yang mampu menghasilkan klon 3-4 kali lipat dari yang standar,” ujarnya.
Peluncuran produk unggulan Indonesia Plantation & Forestry Research Institute, mendapat apresiasi dari Kementerian BUMN. Wakil Menteri BUMN I Pahala N. Mansury, mengatakan, inovasi merupakan salah satu kegiatan yang penting di klaster perkebunan dan kehutanan untuk bisa melakukan pertumbuhan secara profitable dan sustainable.
Saat ini, kata Pahala, tantangan utama bagi Indonesia adalah terkait independensi dalam bidang energi dan food security. Hal itu, mengingat Indonesia masih mengimpor lebih 4 juta ton gula konsumsi dan gula industri per tahunnya.
“Ini tentu sungguh kondisi yang ironis, karena Indonesia punya kekuatan alam yang melimpah dan bisa terus kita optimalkan,” ujarnya.
Dengan adanya IPFRI, maka ke depan BUMN klaster perkebunan dan kehutanan diharapkan bisa menjawab tantangan tersebut.
“Dengan kekuatan yang ada, kita bisa terus meningkatkan produksi gula konsumsi, sehingga 5 tahun mendatang, Indonesia bisa mencapai swasembada gula konsumsi," pungkasnya.
Baca Juga: Holding Perkebunan Nusantara Berkomitmen Dampingi Pelaku UMKM Hingga Naik Kelas