Suara.com - Berawal dari kegiatan masyarakat menanam Tanaman Obat Keluarga (TOGA) di lingkungan sekitar, Dusun Kiringan kini berkembang menjadi salah satu Desa Wisata di Bantul dengan potensi besar menjadi kampung jamu tradisional secara nasional.
Awalnya, warga di dusun yang kini dikenal sebagai ‘Desa Wisata Jamu’ itu memasarkan produk mereka secara konvensional layaknya para penjual jamu di masa lalu, yakni dengan jamu gendong. Kemudian, seiring berjalannya waktu, beberapa warga lantas memanfaatkan sepeda dan sepeda motor saat berjualan jamu.
"Setiap pagi kita berkeliling ke berbagai tempat. Seperti burung yang terbang beriringan, ada yang menggunakan sepeda motor, ada juga yang menggunakan sepeda tua," ujar Murjiyati, Ketua Kelompok Jamu Seruni Putih sekaligus pemilik merk jamu ‘Riski Barokah’ saat diwawancarai awak media di Kantor Kepala Dusun Kiringan pada Jumat (9/6/2023).
Perempuan 53 tahun itu menuturkan, saat ini ada 132 warga Kiringan yang menjual jamu, dengan 90 orang di antaranya masih aktif menjual jamu hingga sekarang. Sisanya, hanya menjual jamu di waktu-waktu tertentu saja.
Dari jerih payahnya itu, dalam satu hari, Murjiyati bisa mendapatkan omzet hingga Rp700 ribu dalam sehari. Nominal itu berasal dari penjualan sekitar 40 botol jamu dalam sehari. Tiap botol memiliki harga yang bervariatif mulai dari Rp8.000 hingga Rp15.000. Pendapatan itu belum termasuk dari hasil jualan jamu instan dan pesanan dari berbagai pihak di momen tertentu.
![Murjiyati dan warga dari Kiringan turut hadir dalam Bazaar UMKM BRILian yang diadakan BRI Cik Di Tiro Jogja [Suara.com/Hadi]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/06/18/58554-suaracom.jpg)
Murjiyati memastikan, produk jamu yang ia pasarkan 100 persen terbuat dari bahan organik tanpa tambahan bahan kimia.
“Jadi, kalau tidak dimasukkan ke dalam kulkas, sebaiknya segera dikonsumsi. Kalau disimpan di dalam kulkas bisa sampai empat atau lima hari,” ungkap sosok yang sudah menjual jamu sejak tahun 1985 itu.
Usahanya kini juga kian sukses melalui dukungan yang diberikan Bank Rakyat Indonesia. Murjiyati menuturkan, bank BUMN itu berperan besar dalam mendukung usaha jamu miliknya semakin berkembang.
Dukungan itu melalui KUR BRI dan dana hibah yang ia gunakan untuk terus mengembangkan produk UMKM bersama dengan masyarakat di desanya.
Baca Juga: Bazaar UMKM BRILian: Dukungan BRI Buat Pelaku UMKM Jogja Makin Mapan
Warga di Dusun Kiringan, Dusun Kiringan, Jetis, Bantul kini tidak perlu risau dengan keberlangsungan dari prospek desa mereka sebagai kampong jamu. Pasalnya, menurut Murjiyati, minat generasi muda setempat terhadap pengembangan dan penjualan jamu cukup tinggi.
Salah satunya putri Murjiyati yang ia sebut sudah jualan jamu sejak masih menjadi siswi SMP. Kala itu, putrinya menjual produk jamu yang sudah di-packing botol ke sejumlah kawan sejawatnya.
Hingga kini, sang putri masih berjualan jamu meski sudah bekerja sebagai perawat.
![Penjual jamu dari Desa Wisata Jamu Kiringan [Ist]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/06/18/61986-umkm.jpg)
Waktu berjalan, nama Dusun Kiringan sebagai Desa Wisata Jamu tradisional menyebar ke berbagai daerah sekitar. Permintaan terhadap jamu pun meningkat. Hingga akhirnya, Dusun Kiringan bertransformasi menjadi Desa Wisata Jamu Kiringan dan secara resmi diresmikan pada tahun 2016 dengan nama Desa Wisata Jamu Gendong.
Jenis jamu yang dijual di Desa Wisata Jamu tradisional Kiringan juga bervariatif, mulai dari beras kencur, hingga secang. Setidaknya, ada 10 jenis jamu yang kini mereka pasarkan.
Ditambah lagi, dengan inovasi yang terus dilakukan, kini sudah tersedia jamu instan dalam bentuk bubuk yang membuat jamu terkait membuatnya lebih higienis, mudah dibawa, dan dapat dikirim ke seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, jamu instan juga memiliki masa kedaluwarsa yang lebih lama dibandingkan dengan jamu tradisional berbentuk cair.