Icip Nikmatnya Jamu Tradisional dari Desa Wisata Jamu Kiringan Bantul

M Nurhadi Suara.Com
Minggu, 18 Juni 2023 | 23:16 WIB
Icip Nikmatnya Jamu Tradisional dari Desa Wisata Jamu Kiringan Bantul
Gerbang Desa Wisata Jamu Kiringan (Suara.com/hadi)

Tawarkan Paket Wisata

Tidak hanya menjual produk jamu, tingginya minat terhadap Desa Wisata Jamu tradisional Dusun Kiringan juga membuat potensi daerah itu semakin berkembang.

Pasalnya, sejumlah kalangan dari wisatawan hingga peneliti juga tertarik untuk dapat merasakan dan melihat langsung proses pembuatan jamu tradisional tersebut. Mulai dari memilih bahan-bahan alami, meracik jamu, hingga dapat meminum jamu tersebut dengan menggunakan tempurung kelapa. Pengunjung juga dapat membawa pulang hasil racikan jamu yang diajarkan secara turun temurun.

"Resep jamu kami warisan turun-temurun sejak tahun 1950-an. Kami mulai menjualnya pada tahun 90-an, dan terus berlanjut hingga sekarang," kata Kepala Dusun Kiringan, Sudiyatmi.

Sudiyatmi saat diwawancarai awak media di kediamannya, Jumat (9/6/2023) [Suara.com/Hadi]
Sudiyatmi saat diwawancarai awak media di kediamannya, Jumat (9/6/2023) [Suara.com/Hadi]

Bagi pengunjung yang ingin merasakan menjadi peracik serta sehari-hari menjadi penjual jamu gendong juga bisa menginap di Dusun Kiringan karena saat ini sudah tersedia penginapan yang siap menerima tamu atau para peneliti.

Sejarah Desa Wisata Jamu Tradisional Kiringan

Melansir dari laman resmi Kabupaten Bantul, sejarah Desa Wisata Jamu Kiringan ternyata sudah ada sejak Belanda hendak meninggalkan Nusantara pada tahun 1950-an.

Kala itu, seorang ibu bernama Joparto bekerja sebagai buruh pembatik di Kota Yogyakarta. Suatu hari, dia bertemu dengan seorang abdi dalem Kraton Yogyakarta yang menyarankannya untuk beralih profesi menjadi penjual jamu.

Sebagai hasilnya, Ibu Joparto (ibu dari Bu Pur) menjadi peracik dan penjual jamu yang memiliki nilai ekonomi lebih baik daripada menjadi buruh pembatik.

Baca Juga: Bazaar UMKM BRILian: Dukungan BRI Buat Pelaku UMKM Jogja Makin Mapan

Karena penjualan dilakukan dengan cara digendong, awalnya jamu ini disebut "Jamu Gendong". Dari awalnya bertambah dua orang, hingga kini ratusan orang jadi pengrajin jamu dari Kiringan.

Seiring berjalannya waktu pula, kebutuhan bahan baku jam uterus meningkat hingga petani local tidak lagi mampu memasok bahan baku jamu di Dusun Kiringan.

Sudiyatmi mengatakan, hal ini kemudian membuat warganya banyak memilih mendatangkan bahan baku dari daerah lain seperti Sleman, Magelang hingga Purworejo.

Sudiyatmi mengaku tidak khawatir tentang keberlanjutan usaha jamu di kampungnya karena minat masyarakat sekitar, terutama generasi muda, terhadap jamu sangat tinggi.

"Jika ibu-ibu yang menjual jamu sudah lanjut usia, mereka mengajak anak-anak mereka untuk mengantar jamu ke pelanggan sambil memperkenalkan anak-anak mereka," kata dia.

Menurut Sudiyatmi, tidak sedikit para generasi muda yang awalnya bekerja sebagai buruh pabrik kemudian memutuskan untuk berjualan jamu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI