SK DATIN KLHK Disebut Berpotensi Intimidasi Pemilik Kebun Sawit

Iwan Supriyatna Suara.Com
Senin, 16 Oktober 2023 | 16:02 WIB
SK DATIN KLHK Disebut Berpotensi Intimidasi Pemilik Kebun Sawit
Ilustrasi panen buah sawit. [Antara/Iggoy el Fitra]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Menurut dia, perlu dicermati pula bahwa data yang dimasukkan dalam SK DATIN hanya memuat data sepihak oleh KLHK. Padahal, pelaku usaha perkebunan mempunyai data yang berbeda dengan data DATIN mengingat kondisi di lapangan yang berbeda.

“Kondisi di Provinsi Sumatera Utara sangat berbeda dengan Provinsi Riau, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Provinsi lainnya. Begitu juga di Kalimantan kondisi lahan perkebunan di Kalimantan Barat berbeda dengan Provinsi Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan juga Kalimantan Utara. Begitu di Sulawesi dan lainnya,” katanya.

Bahkan, tambahnya, pelaku usaha perkebunan yang sudah memiliki HGU saja sebelum adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga dimasukkan dalam SK DATIN. Tentu Data yang ada dalam SK DATIN berpotensi merugikan pelaku perkebunan kelapa sawit.

Menurut Sadino, dari berbagai informasi yang diperoleh terungkap bahwa para pelaku usaha perkebunan telah secara sepihak dimasukkan dalam Data SK DATIN dan cenderung dipaksa untuk mengikuti Skema PP 24 tahun 2021.

Bagaimana mungkin HGU yang sudah ada sebelum UUCK harus mengikuti skema PP 24/2021? Bagaimana mungkin masyarakat transmigran dan masyarakat lokal yang sudah mempunyai hak atas tanah seperti SHM, hak garap, hak kelola, hak adat, tempat tinggal yang turun temurun dan lainnya harus mengikuti skema PP 24/2021 yang dinilai membebani karena biayanya mahal?

Menabrak Undang-Undang

Dalam penilaian Sadino, skema PP 24/2021 telah menabrak dan mengabaikan hukum-hukum lain yang berlaku di Indonesia yang sifatnya universal.

Skema PP 24/2021 adalah cacat lahir dan melebihi wewenang sebagai ciri kas dari turunan UUCK yang menyimpang karena telah mengabaikan peraturan perundang-undangan lainnya.

Dengan kata lain, skemam PP ini telah melanjutkan bentuk “otoriter” karena mendasarkan “penunjukan” kawasan hutan sebagai dasar utamanya.

Baca Juga: Bursa CPO Resmi Diluncurkan, RI Miliki Acuan Harga Minyak Sawit

Ditambahkan, dalam PP 24/2021 masih mendasarkan pada kawasan hutan yang “ditunjuk” yang notabene bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 karena sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sesuai bunyi Putusan MK yang berlaku, bukan sekadar mengikuti pertimbangan hukum saja.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI