Ekonom Paramadina: Indonesia Perlu Antisipasi Perlambatan Ekonomi China

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 29 Desember 2023 | 08:47 WIB
Ekonom Paramadina: Indonesia Perlu Antisipasi Perlambatan Ekonomi China
Diskusi akhir tahun berjudul ‘China, Asia Tenggara, dan Indonesia,’ yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta.

Suara.com - Kondisi ekonomi China pasca pandemic Covid 19 dinilai belum sepenuhnya pulih. Oleh karena itu, sebagai negara yang memiliki relasi ekonomi signifikan dengan China, Indonesia perlu mempersiapkan langkah antisipatif menghadapi fenomena perlambatan ekonomi di negeri panda tersebut.

Demikian disampaikan oleh dosen dan peneliti pada Paramadina Public Policy Institute, Jakarta, Muhamad Iksan, dalam sebuah diskusi akhir tahun berjudul ‘China, Asia Tenggara, dan Indonesia,’ yang diselenggarakan oleh Forum Sinologi Indonesia (FSI) di Jakarta.

Menurut Iksan, perlambatan ekonomi Republik Rakyat China tersebut dapat dilihat dari beberapa indikasi, salah satunya adalah melemahnya permintaan dalam negeri. Sebagai contoh, pada periode Januari hingga Februari 2023, pertumbuhan penjualan ritel hanya menyentuh 18,4 persen.

“Angka ini masih berada di bawah perkiraan para analis, yang sebelumnya memperkirakan bahwa pertumbuhan ritel di China akan tumbuh sebesar 21 persen pada periode di atas,” tutur Iksan ditulis Jumat (29/12/2023).

Itulah sebabnya ia berpandangan bahwa Indonesia perlu melakukan langkah antisipatif.

“Salah satu yang perlu Indonesia lakukan adalah menjaga keseimbangan dalam hubungan ekonomi dengan China dan dengan negara-negara lainnya, termasuk dengan Amerika Serikat,” tutur Iksan.

Ketua FSI Johanes Herlijanto berpandangan bahwa perlambatan ekonomi China di tahun 2023 merupakan kelanjutan dari kondisi di tahun-tahun sebelumnya.

Menurutnya, kondisi tersebut muncul bersamaan dengan masalah-masalah terkait, salah satunya adalah krisis properti yang sudah mulai terlihat setidaknya sejak pertengahan tahun 2022.

Selain itu, terdapat pula permasalahan lain, seperti pengangguran, menggelembungnya hutang dalam negeri yang membebani pemerintah-pemerintah daerah di China, serta berkurangnya daya beli masyarakat.

Baca Juga: Sinopsis Snow Eagle Lord, Drama Fantasi yang Dibintangi Xu Kai

“Uniknya, masalah pengangguran tersebut muncul bersamaan dengan permasalahan sulitnya pabrik-pabrik memperoleh tenaga kerja,” lanjut Johanes.

Menurut pemerhati China ini, bersamaan dengan permasalahan-permasalahan tersebut, muncul pula kecenderungan sebagian anak-anak muda untuk menjadi ‘kaum rebahan’ (tangpingzu).

Mereka memilih untuk menjalani hidup santai atau bahkan menjadi ‘anak penuh waktu.’ Dalam pandangannya, fenomena yang muncul di sebagian kalangan anak muda China ini merupakan akibat dari kejenuhan mereka terhadap dunia kerja di China yang cenderung menerapkan waktu kerja yang panjang.

“Sebagian anak-anak muda di China nampaknya mengalami kejenuhan dengan trend bekerja yang dikenal sebagai budaya kerja ‘996,’ yang mengharuskan mereka bekerja dari pukul 9 hingga pukul 21 selama 6 hari dalam satu minggu,” tutur Johanes.

Senada dengan Iksan, Johanes pun berpandangan bahwa perlambatan ekonomi yang menerpa China di atas perlu menjadi bahan refleksi bagi negara-negara tersebut.

“Sebagai langkah antisipasi, penting bagi Indonesia untuk memastikan tersedianya mitra-mitra dagang maupun sumber-sumber investasi alternative,” tutur Johanes.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI