Natsir menjelaskan, alasan pertama adalah PPATK memegang prinsip asumsi tidak bersalah. Ia menjelaskan bahwa selama belum ada keputusan hukum, data temuan PPATK tidak dapat diartikan sebagai tindak pidana.
Selain itu, ia menjelaskan bahwa PPATK tidak pernah mengindikasikan adanya tindak pidana terkait transaksi-transaksi yang terdapat dalam statistik PPATK.
Kedua, PPATK mengedepankan prinsip kerahasiaan transaksi. Oleh karena itu, semua pengumuman PPATK bersifat umum, agregat, dan hanya bersifat indikatif sesuai dengan statistik yang didasarkan pada data yang diterima dari Pihak Pelapor.
"Tidak ada rincian nama-nama tertentu karena dilindungi oleh undang-undang terkait dengan prinsip kerahasiaan transaksi," tegasnya.
Ketiga, PPATK menerapkan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan koridor hukum. Data spesifik bahkan tidak diungkapkan dalam rangkaian kegiatan Refleksi Akhir Tahun 2023 karena PPATK mematuhi semua peraturan yang berlaku di Indonesia.
Untuk diketahui, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pernah memaparkan, berdasarkan informasi dari Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), pemerintah telah menyelesaikan 190 Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan total investasi mencapai Rp1.515,4 triliun.
Dengan asumsi bahwa 36,67 persen mencakup seluruh PSN, maka dana negara yang teralokasikan ke berbagai pihak, termasuk Aparatur Sipil Negara (ASN) dan politisi, dapat diestimasi mencapai Rp510,23 triliun.