Eddy Soeparno menyoroti perlunya revisi kebijakan untuk memberikan kepastian dan daya tarik lebih bagi investor di sektor panas bumi. Ia juga menyatakan komitmen Komisi VII DPR RI untuk menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) dan revisi kedua UU No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan.
“Kita harus memastikan regulasi yang ada mendukung dan mendorong pengembangan energi panas bumi,” tambahnya.
Yudha Permana Jayadikarta, Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), menekankan bahwa PLTP menghadapi tantangan besar dalam hal risiko eksplorasi dan kebutuhan investasi yang signifikan. Tahap eksplorasi, khususnya pengeboran uji, merupakan fase dengan risiko tertinggi dan biaya besar.
“Percepatan program ‘Government Drilling’ sangat penting untuk mengurangi risiko di sektor hulu,” ungkap Yudha.
Dia juga menyarankan peninjauan ulang terhadap Peraturan Presiden No. 112 Tahun 2022 tentang Harga Patokan Tertinggi PLTP agar lebih sesuai dengan struktur biaya dan nilai keekonomian. Dukungan pemerintah dalam hal kebijakan perdagangan karbon dan sinkronisasi regulasi juga diperlukan.
Dina Nurul Fitria, Anggota Dewan Energi Nasional, mengungkapkan bahwa Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan kapasitas terpasang PLTP mencapai 7,2 GW pada tahun 2025.
Namun, hingga Juni 2024, kapasitas terpasang baru mencapai 2,4 GW. Dina menyoroti bahwa untuk mencapai target ini, diperlukan terobosan kebijakan seperti konsep Geothermal Exploration & Energy Conversion Agreement (GEECA).
Ia juga menyatakan pentingnya penguatan regulasi terkait Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dan penyelarasan regulasi pemanfaatan panas bumi di wilayah konservasi.
“Penyesuaian tarif dan insentif fiskal akan membantu mendorong pengembangan panas bumi,” jelas Dina.
Baca Juga: Kontribusi Sektor Geothermal ke PNBP Tahun 2023 Naik 34,8 Persen
Pengalaman negara lain dapat menjadi pelajaran berharga. Filipina, misalnya, menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam pengembangan panas bumi dengan menerapkan kebijakan yang proaktif dan komprehensif.