Agresivitas China di Natuna Menjadi Tantangan bagi Diplomasi Pertahanan Indonesia-China

Iwan Supriyatna Suara.Com
Jum'at, 01 November 2024 | 19:47 WIB
Agresivitas China di Natuna Menjadi Tantangan bagi Diplomasi Pertahanan Indonesia-China
Seminar bertajuk “Diplomasi Pertahanan China di Asia Tenggara: Peluang dan Tantangan bagi Indonesia,”.

Dalam pemaparannya, pembicara pertama Laksda TNI (Purn) Budiman Djoko Said menyampaikan bagaimana China menggunakan cara memotong habis secara perlahan-lahan, dan semakin hari berubah menjadi semakin ekspansif.

Menurut beliau, pemimpin China saat ini, Presiden Xi Jinping, menjadikan kekuatan maritim sebagai kepentingan utamanya. Ia berpandangan bahwa kekuatan laut China saat ini menjadi besar sebagai akibat akumulasi kebijakan-kebijakan maritim mereka sejak zaman Deng Xiaoping.

Menurutnya, Indonesia harus mengambil strategi China di atas sebagai pelajaran demi mempertahankan kepentingan maritim Indonesia sendiri.

“Kita harus belajar bagaimana menjadi kekuatan maritim yang besar,” tuturnya.

Beliau juga menyatakan bahwa tanpa kekuatan maritim, diplomasi menjadi tidak bermanfaat.

“Without Maritime Power, jangan coba-coba berdiplomasi,” pungkasnya.

Dalam menghadapi tantangan dari berbagai kekuatan luar termasuk China, Budiman berpandangan bahwa Indonesia harus memiliki strategi kuat yang dipimpin oleh seorang pengatur irama yang juga kuat.

“Peran tersebut diharapkan dimainkan oleh Kementerian Pertahanan,” tutur beliau.

Sementara itu Ristian menyatakan bahwa China sebenarnya cenderung menerapkan diplomasi militer ketimbang diplomasi pertahanan.

Baca Juga: Balasan China? Produsen Mobil Didesak Hentikan Investasi di Negara Pendukung Tarif Eropa

“Diplomasi militer tersebut tunduk pada keputusan Partai Komunis China (PKC) dan demi kepentingan PKC,” tuturnya.

Namun demikian, menurutnya, Indonesia perlu menyambut dan mengembangkan diplomasi pertahanan dengan China, karena diplomasi tersebut berpotensi membangun komunikasi dan rasa saling percaya antara pejabat Kementerian Pertahanan dan militer kedua negara dan mengurangi potensi gesekan di laut, yang menjadi sumber ketegangan antara Indonesia dan China.

“Selain itu, dengan menjalankan diplomasi pertahanan dengan China, Indonesia sudah membuktikan sikap non-blok Indonesia, yang juga menjalankan diplomasi serupa dengan negara-negara Barat dan sekutunya,” pungkasnya.

Meski demikian Ristian tidak setuju bila sikap non-blok tersebut diartikan dalam bentuk jumlah dan porsi yang sama antara diplomasi pertahanan dengan Barat dan China.

“Prosentasi diplomasi nya tidak harus sama,” jelas Ristian.

Namun Ristian berpandangan bahwa diplomasi militer Indonesia dengan China juga menghadapi beberapa tantangan.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI