Ia menekankan bahwa ekspansi tidak dapat dilakukan begitu saja tanpa sistem manajemen yang solid, terutama dalam hal operasional, keuangan, dan sumber daya manusia. Menurutnya, tanpa tim yang kuat, proses scale-up akan menjadi tantangan besar.
Tantangan ini semakin terasa di industri kopi yang kini memasuki fase red ocean. Dalam kondisi seperti ini, banyak brand kopi mulai mencari cara untuk bertahan dan berkembang tanpa terbebani oleh tingginya model ekspansi.
Salah satu solusi yang banyak diadopsi adalah franchise, seperti yang dilakukan Titik Koma. Dengan model ini, sebuah brand dapat memperluas jangkauan modal yang lebih terdistribusi, sementara mitra franchisee mendapatkan keuntungan dari sistem yang sudah teruji.
Steve Hidayat, ketua umum Perkumpulan Profesional & Inovator Kopi Indonesia (PaPIKI), menyebut franchise sebagai pendorong utama pertumbuhan bisnis kopi.
“Di sektor hilir, angka rata-rata konsumsi kopi per orang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan negara lain. Dengan sistem franchise, pertumbuhan bisnis kopi, terutama coffee shop, sangat terbantu dan berkembang pesat,” ujar Steve.
Namun, seiring dengan meningkatnya jumlah pemain di industri ini, Steve juga menekankan pentingnya inovasi dan diferensiasi untuk menghadapi persaingan yang semakin ketat. Misalnya, memperkenalkan proses penyangraian unik atau memiliki konsep bisnis yang berbeda, seperti memberdayakan tenaga kerja dari kelompok tertentu.
Strategi yang sama juga diungkapkan oleh Erwin Halim, pengamat waralaba dari Proverb Consulting. Menurutnya, untuk brand kopi lokal agar tetap relevan dan bertahan di tengah ketatnya persaingan, penting untuk fokus pada peningkatan brand awareness dan brand equity.
“Selain itu, bisnis juga perlu melakukan inovasi dari sisi nama produk, menyediakan layanan yang lebih cepat, dan harga yang lebih murah,” ucapnya.
Baca Juga: RI Ekspor Kopi Asal Lampung ke Mesir