Suara.com - Pada pembukaan perdagangan Kamis pagi di Bursa Efek Indonesia (BEI), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menunjukkan pergerakan yang menguat, meskipun sentimen pasar global tengah diwarnai oleh meningkatnya tensi perang tarif antara dua kekuatan ekonomi dunia, Amerika Serikat (AS) dan Republik Rakyat Tiongkok, serta indikasi kebijakan suku bunga yang akan bertahan di level tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer) dari bank sentral AS, The Federal Reserve (The Fed).
Tercatat pada awal sesi perdagangan, IHSG dibuka menguat sebesar 19,59 poin atau setara dengan 0,30 persen, sehingga mencapai posisi 6.461,19. Senada dengan pergerakan IHSG, kelompok saham-saham unggulan yang tergabung dalam indeks LQ45 juga mengalami kenaikan sebesar 0,97 poin atau 0,13 persen, berada pada level 724,18.
Analis Kepala Riset Retail BNI Sekuritas, Fanny Suherman, dalam analisisnya di Jakarta pada hari Kamis, menyampaikan pandangan bahwa IHSG berpotensi untuk kembali mengalami koreksi pada sesi perdagangan hari ini. Proyeksi ini didasarkan pada sinyal yang diberikan oleh The Fed mengenai kemungkinan mempertahankan suku bunga acuan pada level saat ini untuk periode yang lebih panjang dari perkiraan sebelumnya.
“IHSG hari ini berpotensi kembali terkoreksi seiring the Fed mengisyaratkan hold rate lebih lama,” ujar Fanny.
Dari kancah ekonomi global, perhatian utama para pelaku pasar tertuju pada pernyataan yang disampaikan oleh Ketua The Federal Reserve, Jerome Powell, pada hari Rabu (16/4) waktu setempat.
Powell mengisyaratkan bahwa bank sentral AS akan mempertahankan suku bunga acuan pada level yang relatif tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama atau dikenal dengan istilah "higher for longer". Sinyal ini muncul di tengah ketidakpastian yang dipicu oleh kebijakan tarif yang diterapkan oleh Presiden AS Donald Trump.
Pemerintah Amerika Serikat, pada Selasa (15/4) malam waktu setempat, secara resmi mengumumkan rencana untuk menerapkan tarif impor yang signifikan terhadap produk-produk asal Tiongkok. Tarif impor yang sebelumnya berada di level 145 persen, direncanakan akan dinaikkan menjadi 245 persen. Langkah ini merupakan respons AS terhadap tindakan pembalasan yang sebelumnya diambil oleh Tiongkok terkait kebijakan perdagangan Presiden Donald Trump.
Sementara itu, dari Tiongkok, data ekonomi menunjukkan kinerja yang cukup solid. Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada kuartal I-2025 tercatat sebesar 5,4 persen secara tahunan (year on year/yoy). Angka ini melampaui estimasi konsensus pasar yang sebelumnya memproyeksikan pertumbuhan sebesar 5,2 persen (yoy).
Perdana Menteri Tiongkok, Li Qiang, dalam pernyataannya menekankan pentingnya persatuan nasional untuk mengatasi berbagai kesulitan ekonomi. Ia juga menyerukan upaya aktif untuk melakukan diversifikasi pasar serta meminta para pejabat pemerintah untuk bekerja keras dalam menstabilkan lapangan pekerjaan dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Baca Juga: Setelah Dua Hari Kuat, IHSG Berbalik Meloyo di Penutupan Perdagangan Rabu
Dari dalam negeri, pemerintah Indonesia merespons dinamika pasar komoditas global dengan menerbitkan peraturan baru terkait penyesuaian skema royalti untuk sektor pertambangan mineral dan batubara (minerba). Peraturan ini mulai berlaku efektif pada tanggal 26 April 2025, di tengah tren penurunan harga komoditas minerba secara global.
Regulasi baru ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2025 yang mengatur sektor batu bara dengan pemegang Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan PP Nomor 19 Tahun 2025 yang mengatur sektor mineral, termasuk nikel, emas, perak, besi, timah, dan tembaga. Skema tarif royalti untuk segmen batu bara akan didasarkan pada kandungan kalori dan Harga Batu Bara Acuan (HBA), sementara tarif royalti untuk segmen mineral akan berlaku progresif sesuai dengan kadar (grade) dan Harga Mineral Acuan (HMA).
Pada perdagangan hari Rabu (16/4) kemarin, bursa saham Amerika Serikat di Wall Street menunjukkan koreksi yang seragam. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) tercatat melemah sebesar 1,73 persen, indeks S&P 500 mengalami penurunan sebesar 2,24 persen, dan indeks komposit Nasdaq terkoreksi lebih dalam sebesar 3,07 persen.
Berbeda dengan Wall Street, bursa saham Eropa ditutup dengan kinerja yang bervariasi pada perdagangan Rabu (16/4). Indeks Euro Stoxx 50 tercatat melemah tipis sebesar 0,19 persen, sementara indeks FTSE 100 Inggris berhasil mencatatkan kenaikan sebesar 0,32 persen. Indeks DAX Jerman juga menunjukkan penguatan sebesar 0,27 persen, namun indeks CAC 40 Prancis mengalami koreksi sebesar 0,07 persen.
Pergerakan bursa saham regional Asia pada perdagangan pagi ini juga menunjukkan dinamika yang beragam. Indeks Nikkei 225 Jepang menguat signifikan sebesar 239,80 poin atau 0,71 persen ke level 34.160,20. Indeks Shanghai Composite Tiongkok mengalami pelemahan tipis sebesar 1,93 poin atau 0,06 persen ke level 3.274,07. Indeks FTSE Bursa Malaysia Kuala Lumpur (FBM KLCI) terkoreksi sebesar 0,29 poin atau 0,02 persen ke level 1.476,63, sementara indeks Straits Times Singapura mencatatkan kenaikan sebesar 22,00 poin atau 0,60 persen ke level 3.684,45.
Di pasar valuta asing, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada pembukaan perdagangan Kamis pagi di Jakarta menunjukkan penguatan tipis. Rupiah tercatat menguat sebesar 14 poin atau 0,08 persen ke level Rp16.823 per dolar AS, dibandingkan dengan penutupan perdagangan sebelumnya di level Rp16.837 per dolar AS. Pergerakan nilai tukar rupiah ini menunjukkan respons pasar terhadap berbagai sentimen global dan domestik yang tengah berkembang.