Status Pekerja Tetap untuk Ojol: Angin Segar atau Mimpi Buruk?

M Nurhadi Suara.Com
Selasa, 06 Mei 2025 | 07:46 WIB
Status Pekerja Tetap untuk Ojol: Angin Segar atau Mimpi Buruk?
Rekomendasi Pinjaman BRI untuk Ojol (Freepik)

Suara.com - Tuntutan Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia) terkait pengemudi ojek online (ojol) diakui sebagai pekerja tetap, kembali menghidupkan diskusi yang telah lama menjadi perhatian berbagai pihak. Wacana ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran mendasar mengenai minimnya perlindungan yang diterima oleh ojol.

Menurut ASPEK Indonesia, perubahan status menjadi pekerja tetap akan membawa dampak positif signifikan bagi para pengemudi. Mereka akan memiliki akses terhadap perlindungan yang lebih komprehensif, termasuk tunjangan kesehatan, asuransi, dan jaminan pensiun. Selama ini, dalam status kerja yang fleksibel atau sebagai mitra, perlindungan semacam itu belum sepenuhnya dapat mereka nikmati.

Namun, gagasan ini tidak serta merta diterima bulat. Berbagai pendapat muncul dari berbagai kalangan, mulai dari para ahli ekonomi yang mengkaji implikasi kebijakan ini terhadap industri dan ekonomi digital, hingga perusahaan aplikasi yang menjalankan platform ojol, dan yang paling utama, dari para pengemudi ojol itu sendiri.

Pandangan Ahli Ekonomi: Antara Perlindungan Pekerja dan Dampak Industri

usulan ojol jadi pekerja tetap menarik perhatian para ahli ekonomi yang menganalisis dampak kebijakan ini terhadap lanskap industri dan perekonomian digital secara keseluruhan. Sebagian ahli melihatnya sebagai langkah progresif dalam meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan bagi para pengemudi. Namun, pandangan lain mengkhawatirkan potensi kerugian yang mungkin timbul bagi berbagai pihak terkait.

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), mengingatkan bahwa implementasi kebijakan ini harus mempertimbangkan dengan cermat apakah struktur gaji tetap akan mampu menciptakan insentif yang memadai bagi para pengemudi.

"Dengan model fleksibel yang ada sekarang, pengemudi dapat bekerja sesuai dengan permintaan pasar dan mendapatkan penghasilan yang bervariasi. Jika diubah menjadi pekerja tetap, jumlah pekerjaan yang dapat diambil akan terbatas, yang mungkin akan merugikan mereka yang bergantung pada penghasilan lebih tinggi saat jam sibuk," ujarnya dalam keterangan resminya kepada Suara.com. Nailul juga menekankan urgensi untuk mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi bagi para pengemudi yang selama ini merasakan manfaat dari sistem kerja yang fleksibel.

Sementara, Wijayanto Samirin, Ekonom Senior Universitas Paramadina, menyarankan agar kebijakan ini dipertimbangkan secara komprehensif.

"Kebijakan ini harus dilihat dari berbagai aspek, tidak hanya dari sisi perlindungan sosial tetapi juga dampaknya terhadap model bisnis dan daya saing industri. Jika status pengemudi diubah, bisa jadi banyak orang yang menginginkan pekerjaan fleksibel dengan pendapatan harian akan kehilangan kesempatan," katanya pada 22 April 2025.

Baca Juga: Kementerian UMKM Apresiasi BIBW 2025 Bawa Dampak Positif bagi UMKM

Ia menambahkan bahwa kebijakan semacam ini harus mencapai keseimbangan yang tepat antara perlindungan pekerja dan keberlanjutan industri yang mampu menyediakan lapangan kerja dengan tingkat fleksibilitas yang tinggi.

Massa pengemudi ojek online atau ojek daring berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (29/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
Massa pengemudi ojek online atau ojek daring berunjuk rasa di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Kamis (29/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]

Pendapat dari pihak aplikator mengenai wacana ini juga menunjukkan keragaman perspektif. Tirza Munusamy, Chief of Public Affairs Grab Indonesia, menyampaikan kekhawatiran bahwa kebijakan ini justru dapat merugikan ekosistem transportasi digital yang telah mapan.

"Jika pengemudi menjadi karyawan, maka akan ada seleksi, kuota, dan pembatasan jam kerja. Saat ini, siapa pun bisa mendaftar dan langsung bekerja tanpa batasan waktu," jelas Tirza pada 10 April 2025.

Lebih lanjut, Tirza mengingatkan bahwa skema kerja saat ini berperan penting sebagai jaring pengaman sosial bagi banyak individu, terutama dalam kondisi ketidakpastian ekonomi. Dampaknya diperkirakan tidak hanya dirasakan oleh para mitra pengemudi, tetapi juga oleh berbagai usaha kecil dan menengah (UMKM) yang mengandalkan layanan seperti GrabFood dan GrabMart.

Tirza juga menambahkan bahwa perubahan status menjadi pekerja tetap akan membawa konsekuensi pada biaya operasional perusahaan yang berpotensi melonjak karena kewajiban menanggung biaya tetap. "Biaya operasional bisa melonjak, yang pada akhirnya akan berdampak pada harga layanan yang harus dibayar oleh konsumen," tambahnya.

Agung Yudha, Direktur Eksekutif Modantara, menekankan perlunya melihat kebijakan ini dari sudut pandang keberlanjutan industri dan akses masyarakat terhadap pekerjaan. "Menjadikan pengemudi ojol sebagai pekerja tetap dapat mengubah keseimbangan yang sudah ada antara fleksibilitas kerja dan akses ekonomi. Jika status mereka berubah, sektor ini akan kehilangan karakter inklusivitas yang membuatnya dapat diakses oleh hampir semua orang," ujarnya pada 20 April 2025. Modantara juga menyoroti potensi dampak perubahan ini terhadap masyarakat yang mengandalkan ojol sebagai sarana transportasi yang terjangkau dan efisien.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI