Suara.com - Isu sensitif terkait kehadiran mantan tentara Israel Defence Forces (IDF) yang diduga menjalankan bisnis properti mewah di Bali tengah menjadi viral di media sosial.
Pria bernama Shachar Gonen menjadi sorotan setelah sebuah unggahan di Instagram menunjukkan ia sedang mengikuti ritual persembahyangan khas Bali sebelum memulai pembangunan vila.
Kecurigaan semakin kuat karena Shachar dan seorang wanita yang bersamanya pernah mengunggah foto mengenakan seragam militer Israel.
Dugaan ini memicu banyak pertanyaan publik, terutama mengenai legalitas izin dan status kewarganegaraan Shachar.
Shachar Gonen dilaporkan masuk ke Indonesia menggunakan visa investor (KITAS Investor) dan tercatat sebagai warga negara Jerman, sehingga celah ini dimanfaatkan untuk masuk ke wilayah Indonesia menggunakan paspor Jerman.
Sebagai informasi, ada banyak warga Israel yang memiliki dua kewarganegaraan. Israel sendiri memang memiliki kebijakan yang mengizinkan warganya memiliki dua paspor.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, Shachar Gonen saat ini tinggal di sebuah vila yang berlokasi di Desa Pererenan, Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung.
Selama berada di Bali, ia dinaungi oleh sebuah perusahaan di Indonesia yang bertindak sebagai penjaminnya. Visa investor (KITAS Investor) milik SG sendiri diketahui masih berlaku hingga Maret 2026.

Banyak pihak mendesak pemerintah untuk menelusuri lebih dalam. Imigrasi dituntut lebih tegas, bukan hanya berani tegas kepada WNI melainkan ke WNA yang memanfaatkan celah hukum.
Baca Juga: Viral Tukang Sayur di Sulsel Ditampar Pria Ngaku Tentara, Cuma Gara-gara Pasang Bendera One Piece!
Terkait hal ini, pengamat dari Busan University of Foreign Studies, dalam publikasi di Middle East Monitor, Muhammad Zulfikar Rakhmat meminta pihak berwenang Indonesia bertindak.
Menurutnya, meskipun tidak ilegal bagi warga negara Jerman untuk berinvestasi di Bali, kehadiran mantan tentara IDF menjadi hal yang sangat meresahkan.
Rakhmat menekankan bahwa kasus ini menyentuh inti identitas moral Indonesia dan solidaritasnya yang telah lama terjalin dengan rakyat Palestina.
"Memverifikasi negara asal paspor saja tidak cukup. Kita harus bertanya: Siapakah orang-orang di balik paspor ini? Apa afiliasi masa lalu mereka? Apa yang mereka bawa ke dalam komunitas kita, modal, atau kontroversi?," papar Rakhmat.
Kehadiran mantan tentara IDF di Indonesia, jika terbukti, bukan hanya dipertanyakan secara moral, tetapi juga sangat provokatif. Rakhmat mengilustrasikan ironi yang mengerikan: seorang mantan tentara yang terlibat dalam operasi militer di Gaza, kini mengambil untung dari industri pariwisata Bali.
Adanya pendukung Zionis Israel yang jelas-jelas menjajah Palestina dan terang-terangan melakukan genosida di Indonesia menunjukkan bahwa hukum imigrasi di Indonesia masih sangat lemah. Risiko dari kehadiran mantan personel militer Israel ini bukan sekadar simbolis, melainkan dapat memicu reaksi publik yang meluas.