Suara.com - Di tengah isu yang beredar mengenai potensi deindustrialisasi di Indonesia, Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita tampil dengan pernyataan tegas. Ia membantah keras anggapan bahwa sektor manufaktur Indonesia mengalami kemunduran dan kehilangan perannya sebagai pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, pernyataan mengenai Indonesia masuk fase deindustrialisasi dapat dengan mudah dipatahkan dengan melihat data pertumbuhan ekonomi triwulan I 2025. Menurutnya, rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor manufaktur memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) periode tersebut, yaitu sebesar 17,50 persen.
"Dari dua faktor saja, MVA dan share terhadap PDB, belum berbicara investasi, belum berbicara penyerapan tenaga kerja manufaktur, itu dengan mudah bisa dipatahkan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi," tegas Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita seperti dikutip dari Antara, Selasa (6/5/2025).
Lebih lanjut, ia menyoroti data dari Bank Dunia (World Bank) yang menunjukkan bahwa nilai tambah manufaktur nasional (Manufacturing Value Added/MVA) mencapai 255,96 miliar dolar AS atau Rp4,26 kuadriliun (dengan asumsi kurs Rp16.634). Angka ini menempatkan Indonesia pada posisi ke-12 tertinggi secara global, membuktikan bahwa sektor manufaktur Indonesia masih memiliki daya saing yang kuat di kancah internasional.
Strategi Penguatan Manufaktur: Hilirisasi, TKDN, dan Transformasi Teknologi
Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita menegaskan bahwa pemerintah terus berupaya memperkuat sektor manufaktur dalam negeri melalui berbagai kebijakan strategis. Salah satu fokus utama adalah mendorong hilirisasi industri, yaitu pengolahan bahan baku mentah menjadi produk bernilai tambah tinggi. Kebijakan ini terbukti efektif dalam meningkatkan nilai ekspor, membuka lapangan kerja baru, dan menarik investasi.
"Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk terus memperluas pangsa pasar global, terutama untuk mencoba meningkatkan ekspor produk-produk hilir bernilai tinggi," kata dia.
Selain hilirisasi, pemerintah juga gencar mendorong peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Kebijakan ini bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor, memperkuat rantai pasok domestik, dan menciptakan lapangan kerja baru di sektor industri dalam negeri. Reformasi kebijakan TKDN yang dimulai sejak awal Januari 2025 merupakan langkah penting untuk mencapai tujuan tersebut.
"Dengan kombinasi kebijakan hilirisasi, peningkatan TKDN, serta transformasi industri berbasis teknologi dan riset, kami optimistis kinerja dan kontribusi ekonomi sektor industri manufaktur akan terus meningkat dan menjadi fondasi utama bagi pertumbuhan ekonomi nasional berkelanjutan," ujar Menperin Agus Gumiwang Kartasasmita, pada Senin (5/5).
Baca Juga: Prabowo Keluarkan Perpres, Aturan TKDN Kini 25 Persen
Transformasi industri berbasis teknologi dan riset juga menjadi fokus pemerintah dalam memperkuat sektor manufaktur. Menurut Menperin, adopsi teknologi dan inovasi akan meningkatkan efisiensi produksi, daya saing, dan nilai tambah produk manufaktur Indonesia. Pemerintah terus mendorong investasi di sektor riset dan pengembangan (R&D) untuk mendukung transformasi ini.