Suara.com - Sebuah permintaan maaf tulus terlontar dari pucuk pimpinan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) terkait implementasi Bantuan Hari Raya (BHR) bagi para pengemudi ojek online (ojol) yang jauh dari harapan.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli secara terbuka menyampaikan permohonan maaf kepada para pejuang jalanan tersebut atas realisasi BHR yang dinilai jauh dari optimal dan bahkan terkesan "kekecilan".
Permintaan maaf ini disampaikan Menaker di hadapan sejumlah perwakilan asosiasi ojol dalam acara bertajuk "Quo Vadis Ojek Online, Status, Perlindungan, dan Masa Depan" yang digelar di Jakarta, Kamis (8/5/2025). Dengan nada menyesal, Yassierli mengakui bahwa implementasi BHR kali ini belum mampu memberikan dampak signifikan bagi kesejahteraan para pengemudi di hari raya.
“Saya dan Pak Wamen (Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer) juga mohon maaf kalau BHR kemarin itu belum optimal,” ucap Yassierli, sebuah pengakuan jujur atas kekecewaan yang dirasakan oleh ribuan pengemudi ojol di seluruh Indonesia.
Menjelaskan duduk perkara, Yassierli mengungkapkan bahwa diskusi mengenai BHR untuk ojol sebenarnya telah bergulir sejak beberapa bulan sebelum Hari Raya Idul Fitri tiba. Namun, ia menyadari bahwa proses dialog dan perumusan kebijakan yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan tidak serta merta menghasilkan keputusan yang ideal dan memuaskan semua pihak. “Segala sesuatu itu ada prosesnya,” kilahnya, mencoba memberikan pemahaman atas keterbatasan yang ada.
Lebih lanjut, Menaker mencoba mengurai esensi dari pemberian BHR, menekankan bahwa hal tersebut merupakan wujud kepedulian dan kearifan lokal dalam menyambut hari keagamaan. Ia bahkan membandingkannya dengan praktik manajemen perusahaan Barat yang dinilai tidak memiliki tradisi serupa. Oleh karena itu, Yassierli menjelaskan bahwa pemberian BHR kepada ojol tidak didasari oleh regulasi yang mengikat, melainkan lebih kepada imbauan pemerintah kepada perusahaan-perusahaan aplikasi ojek online. “Alhamdulillah, satu langkah sudah berjalan,” ujarnya, mencoba melihat sisi positif dari inisiatif yang meskipun belum maksimal.
Kabar baiknya, pemerintah tampaknya tidak menutup mata terhadap kekecewaan para pengemudi ojol. Yassierli memastikan bahwa saat ini, Kemnaker tengah melakukan evaluasi menyeluruh terkait implementasi BHR yang lalu. Langkah ini menjadi angin segar bagi para pengemudi yang merasa bantuan yang mereka terima jauh dari harapan.
Sebelumnya, keluhan pedas mengenai besaran BHR yang tidak sesuai memang santer terdengar. Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI), Lily Pujiati, bahkan mengungkapkan data yang mencengangkan. Pihaknya mencatat setidaknya 800 pengemudi ojol di seluruh Indonesia tidak menerima BHR yang seharusnya. Lebih memprihatinkan lagi, dari data tersebut, sekitar 80 persen pengemudi hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu per orang.
Jumlah yang sangat kecil ini tentu saja menimbulkan kekecewaan dan pertanyaan besar di kalangan pengemudi ojol. SPAI bahkan menduga bahwa para aplikator telah melanggar instruksi Presiden Prabowo Subianto dan surat edaran dari Kemnaker terkait pemberian BHR. Atas kondisi yang dianggap tidak adil ini, SPAI secara resmi mengadukan besaran pencairan BHR yang tidak sesuai tersebut kepada Kementerian Ketenagakerjaan.
Baca Juga: 24 Ribu Orang Sudah jadi Korban, PHK era Prabowo Makin Ngeri
Lily Pujiati dengan tegas berharap agar Kemnaker segera memanggil para aplikator untuk memberikan penjelasan dan pertanggungjawaban. Tuntutan utama SPAI adalah agar para pengemudi ojol dapat memperoleh hak BHR yang seharusnya, sesuai dengan harapan dan arahan pemerintah.