Suara.com - Harga emas PT Aneka Tambang Tbk (Antam) pada hari Jumat, 9 Mei 2025 untuk ukuran satu dibanderol di harga Rp1.926.000 per gram.
Harga emas Antam itu turun tajam Rp27.000 dibandingkan hari Kamis, 8 Mei 2025 sebelumnya.
Sementara itu, harga Buyback (beli kembali) emas Antam dibanderol di harga Rp1.775.000 per gram.
Harga buyback itu juga terjungkal Rp27.000 dibandingkan dengan harga buyback hari Kamis kemarin.
Seperti dilansir dari laman resmi Logam Mulia Antam, berikut adalah harga emas antam pada hari ini:
- Emas 0,5 gram Rp1.013.000
- Emas 1 Gram Rp1.926.000
- Emas 2 gram Rp3.792.000
- Emas 3 gram Rp5.663.000
- Emas 5 gram Rp9.405.000
- Emas 10 gram Rp18.755.000
- Emas 25 gram Rp46.762.000
- Emas 50 gram Rp93.445.000
- Emas 100 gram Rp186.812.000
- Emas 250 gram Rp466.765.000
- Emas 500 gram Rp933.320.000
- Emas 1.000 gram Rp1.866.600.000
Harga Emas Dunia Anjlok
Harga emas dunia mengalami penurunan tajam selama dua hari berturut-turut, dengan koreksi lebih dari 4 persen yang menghapus seluruh kenaikan pada awal pekan.
Seperti dilansir FXstreet, pada perdagangan Kamis (8/5), harga emas spot ditutup di level USD3.311 per troy ounce, merosot lebih dari 1,60 persen dalam sehari. Koreksi ini sekaligus memperpanjang tekanan jual sejak emas sempat menembus level psikologis USD3.400 pada Selasa lalu.
Anjloknya harga logam mulia dipicu oleh kombinasi sentimen global, penguatan tajam Dolar AS, dan menguatnya imbal hasil obligasi pemerintah AS. Pengumuman kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Inggris oleh Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer dinilai menjadi pemicu utama yang mengubah sentimen pasar secara signifikan.
Baca Juga: Emas Antam Turun Harga Hari Ini, Jadi Rp1.953.000/Gram
![Daftar harga emas hari ini Rabu 7 Mei 2025. [ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/07/78287-harga-emas.jpg)
"Kesepakatan ini membuka jalan untuk lebih banyak perjanjian perdagangan bilateral, dan mendorong ekspektasi bahwa ketegangan dagang global akan mereda," kata seorang analis pasar.
Kabar tersebut memicu aksi risk-on di pasar global, dengan investor mulai melepas aset-aset safe haven seperti emas dan beralih ke aset berisiko seperti saham dan Dolar AS.
Dampaknya terlihat jelas di pasar valas, di mana Indeks Dolar AS, yang mengukur kekuatan dolar terhadap enam mata uang utama, melesat menembus angka psikologis 100 dan ditutup menguat 0,85% ke level 100,71.
Kenaikan indeks dolar AS tersebut menjadi hambatan utama bagi harga emas yang secara historis memiliki korelasi negatif terhadap Dolar AS.
Sejalan dengan itu, penguatan imbal hasil obligasi pemerintah AS juga memperburuk tekanan pada logam kuning. Setelah keputusan Federal Reserve (The Fed) untuk mempertahankan suku bunga pada kisaran saat ini, imbal hasil obligasi Treasury AS tenor 10 tahun naik sepuluh basis poin menjadi 4,375 persen.
Kenaikan serupa juga terjadi pada imbal hasil riil, yang naik ke 2,125% berdasarkan obligasi Treasury terlindung inflasi (TIPS).
Kondisi ini membuat emas sebagai aset non-yielding menjadi kurang menarik bagi investor, apalagi dalam situasi di mana ekspektasi inflasi tetap terjaga dan pasar tenaga kerja AS menunjukkan ketahanan yang kuat.
Data dari Departemen Tenaga Kerja AS menunjukkan bahwa klaim pengangguran awal untuk minggu yang berakhir pada 3 Mei tercatat 228.000, lebih rendah dari estimasi konsensus 230.000 dan menurun dari data sebelumnya sebesar 241.000.
Data ini memberikan sinyal positif bagi The Fed bahwa kondisi ekonomi AS tetap solid, sekaligus memperkuat sikap hati-hati bank sentral dalam menurunkan suku bunga dalam waktu dekat.
Ketua The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers pada Rabu menyatakan bahwa pihaknya tidak tergesa-gesa dalam menurunkan suku bunga, memperkuat pandangan bahwa suku bunga tinggi kemungkinan bertahan lebih lama dari yang diantisipasi sebelumnya.
Meski begitu, pasar swap masih memperkirakan akan ada pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan FOMC bulan Juli, dan dua pemotongan tambahan menjelang akhir tahun.
Menariknya, di tengah tren penurunan harga emas, beberapa bank sentral global justru menambah cadangan emas mereka. Dewan Emas Dunia melaporkan bahwa pada bulan April, Bank Rakyat Tiongkok (PBoC) menambah 2 ton emas, memperpanjang tren akumulasi selama enam bulan berturut-turut.
Bank Sentral Polandia (NBP) bahkan membeli 12 ton emas, sehingga total cadangannya menjadi 509 ton, sementara Bank Nasional Ceko menambah 2,5 ton cadangan emas bulan lalu.
Dari sisi teknikal, prospek jangka pendek emas terlihat bearish. Penurunan harga di bawah level USD3.400 membuka jalan bagi tekanan lebih lanjut, dengan support kritis berikutnya berada di USD3.300. Jika level ini tertembus, emas berpotensi melemah hingga ke level terendah siklus pada 1 Mei di USD3.202.
"Momentum jangka pendek menunjukkan pembeli mulai kehilangan tenaga," ungkap seorang analis teknikal. "Indeks Kekuatan Relatif (RSI) mulai mengarah ke zona oversold, yang mencerminkan tekanan jual masih dominan."
Namun demikian, jika terjadi pembalikan arah dan harga mampu menembus kembali USD3.350, maka peluang untuk retest ke USD3.400 masih terbuka.
Pelaku pasar kini mengalihkan perhatian ke pertemuan penting antara delegasi dagang Amerika Serikat dan Tiongkok yang dijadwalkan berlangsung pada Sabtu mendatang di Swiss. Pertemuan ini akan membahas kebijakan tarif dan bisa menjadi katalis besar berikutnya bagi arah harga emas dan sentimen pasar secara keseluruhan.