Suara.com - Meredanya ketegangan tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok diyakini akan memicu peningkatan selera risiko di kalangan investor Wall Street. Situasi ini diperkirakan akan membawa pengaruh signifikan terhadap aktivitas perdagangan di bursa-bursa Asia pada hari Selasa (13/5/2025).
Proyeksi dari pasar berjangka mengindikasikan adanya potensi kenaikan nilai lebih dari 2% pada indeks saham utama di Tokyo saat pembukaan sesi perdagangan. Selain itu, perkiraan juga menunjukkan adanya lonjakan nilai yang cukup besar di pasar saham Shanghai dan Sydney.
Pada Senin lalu, indeks saham perusahaan-perusahaan asal Tiongkok yang diperdagangkan di bursa Amerika Serikat mencatatkan peningkatan nilai yang tajam, mencapai 5,4%. Kinerja harian ini merupakan yang terbaik dalam kurun waktu lebih dari dua bulan terakhir. Sejalan dengan tren positif ini, indeks S&P 500 berhasil menutup hari perdagangan dengan kenaikan di atas 3%, dan mata uang dolar AS mengalami penguatan nilai harian terbesar sejak reli yang terjadi setelah pemilihan umum pada bulan November sebelumnya.
Berkurangnya keyakinan akan terjadinya resesi ekonomi menjadi faktor pendorong bagi indeks-indeks saham di Amerika Serikat untuk melampaui batas nilai yang tercatat pada tanggal 2 April, sebuah tanggal yang oleh Donald Trump disebut sebagai "Hari Pembebasan".
Peningkatan nilai yang substansial pada saham-saham perusahaan teknologi terkemuka berhasil mengembalikan indeks Nasdaq 100 ke dalam teritori bull market. Hal ini terjadi hanya dalam waktu satu bulan setelah indeks tersebut mengalami penurunan tajam sebesar 20% dari titik tertinggi sebelumnya. Di tengah kemungkinan adanya penyesuaian ekspektasi terhadap tingkat inflasi, imbal hasil obligasi pemerintah Amerika Serikat menunjukkan tren kenaikan.
Situasi ini terjadi seiring dengan berkurangnya spekulasi di antara para pelaku pasar terkait potensi penurunan suku bunga oleh bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed). Saat ini, konsensus pasar cenderung mengarah pada perkiraan bahwa penurunan suku bunga hanya akan terjadi sebanyak dua kali sepanjang tahun 2025.
Bagi para investor yang sebelumnya mengambil langkah-langkah defensif dalam menghadapi gejolak pasar yang mencapai puncaknya pada bulan April, pemulihan pasar yang terjadi relatif cepat ini menghadirkan kondisi yang menguntungkan sekaligus menimbulkan tantangan baru.
Saat ini, perubahan arah dari posisi-posisi investasi tersebut berpotensi menjadi salah satu faktor yang turut berkontribusi pada kenaikan pasar secara menyeluruh.
Menyusul dua hari perundingan tingkat tinggi yang diselenggarakan di Swiss, para perwakilan dagang dari dua kekuatan ekonomi terbesar di dunia pada hari Senin mengumumkan adanya pelonggaran yang signifikan terhadap tarif perdagangan yang berlaku.
Baca Juga: Gara-gara Bahrain, Timnas Indonesia Dapat Kerugian Lawan China
Melalui sebuah pernyataan bersama yang telah disusun dengan cermat, Amerika Serikat memutuskan untuk mengurangi tarif impor atas produk-produk yang berasal dari Tiongkok dari level 145% menjadi 30% untuk jangka waktu 90 hari. Sementara itu, pemerintah di Beijing juga mengambil langkah serupa dengan menurunkan tarif bea masuk untuk sebagian besar barang menjadi sebesar 10%.
Jeff Buchbinder dari LPL Financial menyampaikan pandangannya bahwa penurunan tarif untuk produk-produk Tiongkok hingga mencapai level yang sangat rendah ini merupakan sebuah kejadian yang tidak terduga dan memberikan kejutan yang sangat positif bagi pasar. Ia menambahkan bahwa meskipun masih terdapat kemungkinan tarif akan kembali mengalami kenaikan setelah periode jeda ini berakhir, setidaknya skenario terburuk yang mungkin terjadi saat ini telah berhasil dihilangkan dari pertimbangan.
Indeks S&P 500 berhasil melampaui batas rata-rata pergerakan harga selama 200 hari terakhir. Di sisi lain, indeks Nasdaq 100 mengalami lonjakan nilai sebesar 4%. Indeks Dow Jones juga mencatatkan penambahan nilai lebih dari 1.000 poin. Kelompok saham-saham perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar (megacaps) secara kolektif mengalami peningkatan nilai sebesar 5,7%. Donald Trump mengungkapkan bahwa dirinya telah melakukan komunikasi dengan CEO Apple Inc., Tim Cook, di tengah beredarnya kabar bahwa perusahaan teknologi raksasa tersebut sedang mempertimbangkan untuk menaikkan harga produk-produknya.
Selain itu, saham-saham perusahaan di sektor farmasi juga menunjukkan penguatan setelah para investor merasa lebih optimis bahwa mereka akan terhindar dari dampak terburuk terkait rencana pemerintah untuk melakukan pemotongan harga obat.
Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah dengan tenor dua tahun mengalami kenaikan sebesar 11 basis poin, mencapai level sekitar 4%. Sementara itu, Indeks Bloomberg Dollar Spot, yang mengukur kekuatan mata uang dolar AS terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya, menunjukkan penguatan sebesar 1%.
Para analis dari HSBC Bank Plc, termasuk Max Kettner, menyampaikan dalam catatan riset mereka kepada para klien bahwa meskipun negosiasi perdagangan di masa depan kemungkinan akan tetap diwarnai oleh ketidakpastian dan volatilitas, terdapat perubahan yang jelas dalam pendekatan yang diambil oleh pemerintah Amerika Serikat saat ini. Mereka juga mengindikasikan bahwa potensi terjadinya pelemahan pasar di masa mendatang justru dapat dilihat sebagai sebuah peluang yang menarik untuk melakukan pembelian aset.