Seperti dilansir dari FXstreet, tekanan terhadap logam mulia ini terjadi seiring menguatnya Dolar AS (USD), meningkatnya imbal hasil obligasi AS, dan membaiknya sentimen pasar menyusul kesepakatan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok.
Logam kuning yang biasanya menjadi pilihan investor sebagai aset safe haven terlihat tertekan di tengah penurunan ketegangan dagang antara dua ekonomi terbesar dunia. AS dan China dilaporkan mencapai kesepakatan sementara untuk mengurangi tarif yang telah memicu ketidakpastian global selama beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan kesepakatan tersebut, Amerika Serikat akan memangkas tarif tambahan terhadap impor asal China dari 145 perse menjadi 30 pesen, sementara Tiongkok akan menurunkan bea masuk atas impor dari AS dari 125 persen menjadi 10 persen. Kebijakan tarif yang baru ini akan berlaku selama 90 hari sebagai bagian dari uji coba normalisasi hubungan dagang kedua negara.
"Menurunnya ketegangan antara Tiongkok dan AS mengurangi permintaan terhadap aset safe haven seperti emas," ujar Giovanni Staunovo, analis komoditas di UBS, bank asal Swiss sekaligus salah satu penjernih emas batangan terkemuka di London.