Suara.com - Di tengah pusaran dinamika ekonomi global yang penuh ketidakpastian, pasar yang bergejolak, dan derasnya arus transformasi teknologi, dunia usaha kini dihadapkan pada ujian sesungguhnya.
Pasalnya, usai laporan World Economic Outlook 2025 dari IMF pada April 2025 memberikan proyeksi yang kurang menggembirakan, dengan pertumbuhan ekonomi global 2025 diperkirakan melambat ke angka 2,8 persen dari proyeksi sebelumnya 3,3 persen, seiring meningkatnya ketidakpastian kebijakan dan tensi geopolitik global.
Indonesia pun tak luput dari imbasnya. Kendati demikian, ekonomi Indonesia menunjukkan ketahanan yang relatif kuat dan mencatatkan pertumbuhan positif. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia triwulan I 2025 mencapai 4,87 persen.
Neneng Goenadi, Country Managing Director, Grab Indonesia, menggarisbawahi pentingnya keberanian untuk bereksperimen dan kecermatan dalam menyusun strategi baru.
"Di tengah pasar yang semakin dinamis, optimisme tetap menjadi relevan. Navigasi bisnis hari ini bukan soal menunggu kepastian, tapi bagaimana bertransformasi cepat lewat informasi data dan teknologi," kata Neneng dalam acara Grab Business Forum 2025 dengan tajuk "Beyond Bolder: Navigating Changes, Driving Growth" di Jakarta, Selasa (13/5/2025).
Sehingga kata dia acara ini menjadi panggung dialog strategis yang mempertemukan para nahkoda kebijakan, pemimpin perusahaan, dan berbagai pemangku kepentingan untuk merumuskan strategi ketahanan bisnis dan memacu pertumbuhan jangka panjang.
"Grab Business Forum kami hadirkan sebagai wadah untuk menciptakan ruang kolaborasi lintas sektor, menyusun strategi yang agile, dan membangun ekosistem bisnis yang tangguh dan tumbuh secara berkelanjutan," katanya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pengembangan Iklim dan Penanaman Modal, Kementerian Investasi dan Hilirisasi RI Riyatno mengatakan peran vital investasi sebagai pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Menurutnya, investasi menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia terbesar kedua sebesar 29,15% pada tahun lalu. Di tengah situasi yang penuh tantangan saat ini, ekonomi digital dan data center menjadi salah satu sektor industri prioritas yang berpotensi besar terhadap investasi.
Baca Juga: Mau Dilamar Grab, GOTO Pilih 'Gembok' Saham untuk Karyawan: Sinyal Kuat?
"Tahun ini, ekonomi digital Indonesia diproyeksikan mencapai USD 130 miliar atau 44% dari total proyeksi ekonomi digital di Asia Tenggara. Tentu ini potensi yang sangat besar. Karena itu kami mendorong kolaborasi triple helix yakni sinergi antara pemerintah, industri, dan juga akademisi untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik," katanya.
Ekonom Senior sekaligus mantan Menteri Keuangan RI (2013-2014), Chatib Basri menambahkan dengan analogi yang menarik, membandingkan ketidakpastian ekonomi global dengan lintasan balap MotoGP.
Mengambil contoh Marc Marquez yang mampu bangkit meski terjatuh 27 kali dalam satu musim, ia menekankan bahwa ketahanan justru tumbuh dari kemampuan beradaptasi saat menghadapi risiko, bukan dari upaya menghindarinya.
"Keberanian dalam bisnis dan ekonomi bukan soal berani ambil risiko semata, tapi tentang bagaimana tetap berpijak dan responsif ketika masa depan tidak pasti. Dan itu hanya bisa dicapai jika kita terbiasa jatuh, namun jatuh dengan selamat," ujarnya.
Lebih lanjut, Chatib Basri meyakini bahwa Indonesia memiliki tingkat keterpaparan yang relatif lebih rendah terhadap tekanan eksternal dibandingkan banyak negara lain. Dengan rasio ekspor terhadap PDB yang lebih kecil dan ketergantungan terhadap pasar AS yang hanya sekitar 2,5 persen dari PDB, Indonesia dinilai memiliki ruang yang lebih stabil untuk bertahan dan terus tumbuh.
"Di tengah dunia yang sedang goyah, kadang yang kita butuhkan bukan negara yang sempurna, tapi negara yang lebih baik dari alternatif lainnya. Indonesia mungkin bukan yang paling gemilang, tapi justru karena dunia sedang dalam masalah, kita menjadi relatif lebih menarik," lanjutnya.