Sudaryono menegaskan bahwa ekspor ini bukan sekadar untuk kepentingan ekonomi, tetapi juga sebagai bentuk solidaritas regional. Ia menyatakan, Indonesia siap membantu negara-negara tetangga yang secara struktural memang bergantung pada impor beras.
"Enggak ada masalah. Karena kan memang ada negara-negara yang memang dari tahun ke tahun memang tidak bisa tidak impor. Nah itu kita layani," kata Sudaryono.
Namun demikian, Sudaryono mengakui bahwa sampai saat ini belum ada kesepakatan kontrak resmi antara Indonesia dan Malaysia terkait ekspor tersebut. Menurutnya, langkah lebih lanjut masih menunggu instruksi dari Presiden Prabowo Subianto.
"Ini lagi-lagi kita atur. Intinya mana kala presiden sudah kasih perintah, mana kala diperlukan, maka kita siap," ungkap Sudaryono.
Dalam pertemuan awal dengan pihak Malaysia, disepakati bahwa ekspor akan dilakukan secara bulanan. Jumlah yang dibicarakan mencapai sekitar 2.000 ton per bulan, seiring dengan kebutuhan Malaysia yang juga mengimpor dari beberapa negara lain.
"Kemarin sih yang dibahas mungkin sekitar 2 ribu ton gitu lah per bulan. Karena kan Malaysia juga ngambil dari banyak tempat," lanjut Sudaryono.
Namun, Sudaryono menekankan bahwa kesepakatan ini masih perlu ditindaklanjuti lebih lanjut hingga ke level teknis, termasuk dalam hal logistik, regulasi, dan perizinan antarnegara.
Meski bersiap untuk ekspor, pemerintah memastikan bahwa ketahanan pangan dalam negeri tetap menjadi prioritas utama. Dengan cadangan sebesar 3,7 juta ton, pemerintah merasa cukup aman untuk membuka opsi ekspor, tanpa mengganggu pasokan domestik.
Langkah ekspor ini juga diharapkan dapat menjadi solusi pengelolaan stok beras nasional yang berlebih akibat panen raya, serta mendorong peningkatan harga di tingkat petani dengan membuka pasar baru di luar negeri.
Baca Juga: Stok CBP Capai 3,7 Juta Ton, Wamentan Tegaskan Kualitas Beras Tetap Terjaga
Stok Beras