Suara.com - Pertanyaan mengenai apakah anak adopsi berhak mendapatkan warisan kerap muncul di tengah masyarakat, terutama dalam keluarga yang melakukan pengangkatan anak secara sah.
Apalagi mengingat banyak pula publik figur atau artis yang mengangkat anak hingga memiliki hubungan yang sangat dekat melebihi anak kandungnya. Dengan begitu, apakah anak adopsi berhak mendapatkan warisan?
Isu ini bukan hanya menyangkut kasih sayang dan tanggung jawab moral, tetapi juga berkaitan erat dengan hak hukum dan pengaturan waris dalam sistem hukum Indonesia.
Pertanyaan tentang apakah anak adopsi berhak mendapatkan warisan akan dijawab dan dijelaskan dalam artikel ini berdasarkan undang-undang yang berlaku di Indonesia.
Selain itu ketentuan warisan orang tua juga telah diatur dalam hukum Islam, bagi anda yang seorang muslim, perlu memperhatikan bagian ini.
Anak adopsi adalah anak yang diangkat oleh seseorang atau pasangan suami istri melalui proses hukum yang sah.
Dalam konteks hukum Indonesia, pengangkatan anak diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak.
Pengangkatan ini bertujuan untuk memberikan kesejahteraan dan perlindungan hukum kepada anak.
Anak adopsi secara hukum memiliki hubungan keperdataan dengan orang tua angkat, termasuk dalam hal pengasuhan, pendidikan, hingga hak-hak hukum lainnya.
Baca Juga: Hukum Menjual Warisan Orang Tua yang Meninggal Menurut Islam, Apakah Boleh?
Dalam hukum positif Indonesia, ada beberapa dasar hukum yang relevan, antara lain:
- Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) – Berlaku bagi warga negara Indonesia non-Muslim.
- Kompilasi Hukum Islam (KHI) – Berlaku bagi warga negara Indonesia beragama Islam.
- Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 – Mengatur prosedur pengangkatan anak secara umum.
Masing-masing sistem hukum tersebut memiliki implikasi yang berbeda terhadap hak waris anak adopsi.
Hak Waris Anak Adopsi dalam Hukum Perdata
Dalam KUH Perdata, anak adopsi tidak secara otomatis memiliki hak waris dari orang tua angkat, kecuali jika ada wasiat tertulis dari orang tua angkat yang memberikan bagian tertentu dari harta warisan kepada anak adopsi.
Anak adopsi dimasukkan dalam akta pengangkatan dan secara hukum dianggap sebagai ahli waris berdasarkan keputusan pengadilan.
Namun, KUH Perdata masih memprioritaskan ahli waris sedarah yakni anak kandung, orang tua, saudara kandung.
Sehingga posisi anak adopsi bisa dikatakan sebagai pihak yang mendapatkan hak berdasarkan kehendak pribadi pewaris, bukan karena hubungan darah.
Hak Waris Anak Adopsi dalam Hukum Islam
Hukum waris Islam menekankan pembagian warisan kepada ahli waris biologis berdasarkan garis keturunan. Anak angkat tidak termasuk dalam kategori ahli waris sah menurut hukum Islam.
ْ ۚوَمَا جَعَلَ اَدْعِيَاۤءَكُمْ اَبْنَاۤءَكُمْۗ ذٰلِكُمْ قَوْلُكُمْ بِاَفْوَاهِكُمْ ۗوَاللّٰهُ يَقُوْلُ الْحَقَّ وَهُوَ يَهْدِى السَّبِيْلَ
Artinya: "Dan Dia pun tidak menjadikan anak angkatmu sebagai anak kandung-mu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkataan di mulutmu saja. Allah mengatakan sesuatu yang hak dan Dia menunjukkan jalan (yang benar)."
Oleh karena itu, dalam Islam anak angkat tidak otomatis berhak atas warisan. Namun, Islam membuka jalan melalui hibah atau wasiat, dengan catatan tidak melebihi sepertiga dari total harta warisan.
Sepertiga adalah batas maksimal untuk wasiat kepada non-ahli waris.
Jika orang tua angkat menginginkan anak adopsinya tetap menerima harta, mereka dianjurkan untuk membuat surat wasiat atau memberikan hibah semasa hidup.
Hak Waris Anak Adopsi dalam Hukum Adat
Hukum adat di Indonesia sangat beragam dan tergantung pada wilayah pun begitu terkait aturan hak waris.
Di beberapa daerah, anak angkat dianggap memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandung, terutama jika pengangkatan dilakukan secara adat dan diterima secara sosial.
Namun, tidak semua komunitas adat mengakui hal ini. Sehingga posisi hukum adat belum kuat jika dipakai untuk mengatasi apakah anak adopsi berhak mendapatkan warisan atau tidak.
Oleh karena itu, penting untuk memahami konteks lokal dan tradisi hukum setempat sebelum mengambil kesimpulan tentang hak waris anak adopsi dalam masyarakat adat.
Jika orang tua angkat ingin memastikan anak adopsi mendapatkan harta setelah mereka meninggal dunia, ada dua cara legal yang bisa dilakukan yakni membuat wasiat tertulis atau memberikan hibah semasa hidup.
Hal itu penting karena dalam hukum perdata, anak adopsi bisa mendapatkan warisan jika ada wasiat atau pengaturan legal lainnya.
Dalam hukum Islam, anak adopsi tidak otomatis berhak, tetapi bisa mendapatkan bagian lewat wasiat atau hibah.
Demikian itu penjelasan tentang apakah anak adopsi berhak mendapatkan warisan.
Kontributor : Mutaya Saroh