Suara.com - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menyebutkan ada dua Bank Perekonomian Rakyat (BPR) yang tengah bermasalah. Kedua perbankan tersebut masing-masing berada di Cirebon Jawa Barat dan Surabaya Jawa Timur.
Ketua Dewan Komisioner LPS, Purbaya Yudhi Sadewa, mengatakan pihaknya masih mengusahakan untuk mencari solusi terkait persoalan yang melanda dua bank tersebut.
“Ada dua, satu di Jawa Barat, satu di Surabaya yang kita usahakan untuk ada pemecahannya. Kelihatannya akan selamat yang di Cirebon maupun yang di Surabaya,” kata Purbaya di JS Luwansa, Rabu (4/6/2025).
Dia menekankan tugas LPS yang aktif sekarang bukan hanya menangani kasus bangkrut saja, tapi sebelum tutup maka cari jalan keluar agar bisa selamat.
"Let's say pemegang saham atau yang punya dan di situ mau konversi, yang menggunakan dia juga, itu sudah kita dukung. Dan sepertinya akan berhasil,” ucapnya.
Pihaknya terus mendukung penguatan BPR dan BPR Syariah (BPRS) lewat inisiatif digitalisasi. Transformasi ini dinilai penting agar BPR bisa bersaing secara sehat dalam ekosistem keuangan yang makin kompetitif.
“Kami akan menyediakan sistem informasi yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tata kelola, memperkuat pelaporan dan mendorong digitalisasi proses operasional secara keseluruhan,” katanya.
Dia mengatakan LPS sesuai mandat yang diamanatkan kepadanya akan terus menjaga stabilitas perbankan yang tujuannya untuk mendukung pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
Upaya yang dilakukan LPS dalam menjaga stabilitas perbankan adalah tingkat kompetisi yang seimbang agar perbankan menjalankan perannya dengan baik dalam menyalurkan kredit kepada masyarakat, utamanya ke UKM atau usaha rakyat.
Baca Juga: Lindungi Data Nasabah, LPS Gelontorkan Rp 160 Miliar untuk Sistem IT BPR
Salah satu langkah LPS untuk mengimplementasikan hal tersebut, LPS berencana melakukan penguatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM), di industri Bank Perekonomian Rakyat (BPR) melalui pembuatan platform pembelajaran digital menggunakan Learning Management System (LMS), yang memuat materi mengenai tata kelola, regulasi perbankan, manajemen risiko dan lainnya.
“Tantangan BPR yang menjadi perhatian LPS adalah adanya persaingan yang ketat di era digital serta tata kelola yang belum memadai. Indikasi tindak pidana perbankan juga cenderung berdampak pada kegagalan BPR, hal ini diantaranya disumbang oleh belum memadainya infrastruktur teknologi dan informasi pada BPR,” katanya.
Dalam kesempatan itu, dia juga mengungkapkan mengenai legacy dari begawan ekonomi Indonesia, Profesor Sumitro Djojohadikusumo dengan konsepnya yang dikenal dengan Soemitronomics.
Menurutnya, Sumitronomics masih sangat relevan untuk diimplementasikan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan yang berkesinambungan.
“Pemikiran beliau jauh melampaui zamannya dan masih sangat relevan untuk diterapkan pada saat ini, selama 20 tahun terakhir Indonesia melakukan pembangunan dengan pendekatan kebijakan yang tidak terlalu berbeda dengan Sumitronomics,” jelasnya.
Lebih jauh, Purbaya juga mengungkapkan bahwa pengetahuan dan keilmuan Prof Sumitro amat dalam, terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, stabilitas sosial dan politik, serta pemerataan perekonomian.