Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkap alasan terkait aturan terbaru nasabah asuransi yang wajib membayar 10 persen.
Menurut lembaga tersebut, aturan itu nantinya akan disesuaikan menjadi Peraturan OJK (POJK).
Keputusan itu sebagai tindak lanjut Rapat Kerja Komisi XI DPR-RI dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanggal 30 Juni 2025 di Jakarta.
Adapun, OJK resmi menunda ketentuan dalam Surat Edaran (SE) OJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025).
"OJK akan menyusun Peraturan OJK (POJK) tentang Penguatan Ekosistem Asuransi Kesehatan yang akan dikonsultasikan dengan Komisi XI DPR RI," kata Plt Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK M. Ismail Riyadi dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Jumat (4/7/2025).
Kata dia, ketentuan mengenai penguatan ekosistem asuransi kesehatan nantinya akan berlaku secara efektif dengan diterbitkannya POJK tersebut.
Sehingga dapat memberikan dasar hukum yang lebih kuat dan cakupan pengaturan yang lebih menyeluruh.
"Sehubungan dengan itu, ketentuan dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan (SEOJK 7/2025) yang sedianya efektif berlaku 1 Januari 2026, ditunda dan akan diatur kembali dalam POJK yang akan disusun itu," jelasnya.
Penyusunan POJK ini bertujuan untuk memastikan penerapan tata kelola dan prinsip kehati-hatian yang lebih baik dalam penyelenggaraan produk asuransi kesehatan.
Baca Juga: Lindungi Diri dari Agen Asuransi Bodong: OJK Rilis Database Agen Resmi, Ini Cara Cek
Pada saat yang sama, POJK ini juga diharapkan dapat memberikan manfaat nyata bagi seluruh pihak di dalam ekosistem asuransi kesehatan, mulai dari masyarakat sebagai pemegang polis/tertanggung, perusahaan asuransi dan fasilitas layanan kesehatan.
OJK juga akan terus memperkuat koordinasi dan komunikasi dengan seluruh pemangku kepentingan untuk menciptakan ekosistem asuransi kesehatan yang adil, transparan, dan tumbuh secara berkelanjutan.
Sebelumnya, Komisi XI DPR RI memutuskan untuk menunda pelaksanaan co-payment asuransi yang seharusnya dimulai sejak 2026.
Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan penundaan ini menunggu POJK yang diterbitkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Dalam rangka penyusunan POJK sebagaimana yang dimaksud dalam poin 2 (dua), OJK menunda pelaksanaan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7 , Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan sampai diberlakukannya POJK," ujar Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun.
"Dalam hal ini. Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan pihaknya dapat memahami dan menerima kesimpulan tersebut. "Kami dapat menyepakati dengan pemahaman tadi," kata Mehendra.