Suara.com - Air mata Tri Susanti (36) mengalir saat menceritakan kembali kisah perjuangannya melahirkan tiga buah hati tercintanya. Bagi Tri, kehamilannya merupakan anugerah besar, namun juga menjadi tantangan hidup yang luar biasa. Tri menceritakan, ia baru mengetahui kehamilannya triplet, saat usia kandungannya memasuki bulan keempat. Hamil triplet adalah suatu kondisi saat wanita mengandung tiga janin dalam satu kehamilan.
Pada periode awal kehamilan, ia sempat memeriksakan dirinya di Puskesmas Kebumen 3, dan bidan yang memeriksa tidak mengatakan apapun perihal kondisi kandungannya. Namun sebagai seorang ibu yang pernah hamil sebelumnya, ia merasa ada yang tidak normal. Perutnya selalu merasa kencang, dan pada usia empat bulan kehamilan perutnya sudah sangat besar, melebihi ukuran ibu hamil pada umumnya.
“Setiap jalan sedikit saja itu terasa begitu melelahkan. Berjalan ke dapur atau ke kamar mandi pun seperti mendaki gunung, terasa sesak. Karena hal itu, akhirnya saya dan suami memutuskan untuk periksa ke dokter spesialis kandungan,” ungkap Tri di rumahnya di Desa Jemur, Kecamatan Kebumen, Kabupaten Kebumen pada Rabu (23/07).
Tri mengungkapkan bahwa setelah diperiksa, dokter mengatakan bahwa ia mengalami kehamilan triplet. Mendengar hal tersebut, Tri dan suaminya merasa sangat kaget. Bukan tidak mau menerima kehamilan triplet, namun mereka merasa lebih khawatir dengan kondisi Tri dan ketiga bayinya. Kehamilan triplet memilki risiko yang lebih tinggi dibanding kehamilan tunggal atau bahkan kehamilan kembar dua.
“Saking shock-nya, kami belum mau memberi tahu keluarga bahkan orang tua perihal kondisi kehamilan ini. Saya tidak mau keluarga merasa khawatir,” ujarnya.
Tak pelak, bayang-bayang terkait biaya persalinan dan perawatan kehamilan tripletnya pun selalu menghantui dirinya dan suaminya di setiap hari-harinya. Diketahui, kehamilan triplet membutuhkan pemantauan dan penanganan medis yang intensif dan membutuhkan biaya tinggi. Padahal, sang suami hanya bekerja sebagai buruh harian dan ia sendiri tidak bekerja.
“Memang namanya mendapatkan anak itu rezeki yang luar biasa dari Tuhan. Saya dan suami, bersama-sama saling menguatkan satu sama lain,” kata Tri sembari mengusap-usap dengan lembut ketiga buah hatinya.
Singkat cerita, saat kehamilannya memasuki usia 7 bulan, kondisi fisiknya makin menurun. Ia merasa napasnya mulai tersengal-sengal. Setibanya di RS Soedirman Kebumen, ia menjalani operasi caesar. Tak pernah terbayangkan oleh dirinya dan suaminya bahwa kelahiran anak-anak mereka akan menjadi begitu dramatis.
“Ketiganya lahir dalam kondisi prematur. Berat badan mereka masing-masing hanya 13 ons, 11 ons, dan 8 ons. Tangisan pertama dari bayi-bayi, kami sambut dengan penuh haru dan cemas. Haru karena mereka lahir dengan selamat, dan cemas karena mereka harus langsung dirawat intensif di ruang NICU,” ungkapnya.
Baca Juga: 5 Pilihan Asuransi Kesehatan selain BPJS, Lengkap dengan Info Premi Mulai Rp70 Ribuan!
Tri mengatakan bahwa selama 25 hari, bayi-bayi kecilnya berjuang di ruang NICU, ditemani alat bantu pernapasan, infus, dan pemantauan medis 24 jam. Setelah itu, mereka menjalani perawatan lanjutan selama 30 hari di ruang perawatan bayi. Total 53 hari mereka dirawat di rumah sakit. Sementara dirinya harus menjalani perawatan selama seminggu pasca operasi.
“Alhamdulillah, sekarang bayi kami menunjukkan perkembangan luar biasa. Berat mereka naik pesat. Yang semula hanya 13, 11, dan 8 ons, kini masing-masing sudah mencapai 2 kg, 1,7 kg, dan 1 kg. Mereka masih harus rutin kontrol ke rumah sakit untuk pemeriksaan penglihatan, pendengaran, hingga kondisi paru-parunya,” ungkapnya.
Tri mengungkapkan bahwa di tengah perjuangan panjang itu, salah satu hal yang sangat ia syukuri adalah terdaftar sebagai peserta Program JKN. Untungnya, ia dan suaminya telah terdaftar sebagai peserta JKN segmen Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan (PBI JK). Dengan menjadi peserta JKN, seluruh biaya persalinan dan perawatan bayi-bayinya yang jumlahnya lebih dari 200 juta rupiah dijamin penuh oleh JKN.
Menurutnya, mustahil keluarganya mampu menanggung biaya pengobatan yang begitu besar tanpa bantuan BPJS Kesehatan.
“Saya tidak tahu harus bagaimana kalau tidak ada BPJS Kesehatan. Kami hanya keluarga sederhana. Tapi berkat JKN, semua biaya operasi, perawatan bayi, NICU, sampai obat-obatan dijamin. Kami hanya bisa bersyukur dan terus mendoakan agar program ini terus ada dan membantu masyarakat kecil seperti kami,” ucap Tri lirih.
Tri juga turut mengungkapkan pengalamannya memanfaatkan JKN di RS Dr. Soedirman Kebumen. Ia merasa sangat dihargai sebagai pasien. Tidak ada diskriminasi pelayanan yang ia rasakan sebagai peserta JKN dengan pasien umum. Pelayanan prima yang diberikan oleh para tenaga medis, menjadikan dirinya dan suaminya semakin kuat dalam perjuangannya menghadapi persalinan triplet.