Pinjol Ilegal dan Joki Galbay Ancam Industri Pindar, CELIOS Minta OJK Waspada Atur Bunga

Selasa, 12 Agustus 2025 | 09:27 WIB
Pinjol Ilegal dan Joki Galbay Ancam Industri Pindar, CELIOS Minta OJK Waspada Atur Bunga
Ilustrasi fintech. Di balik pertumbuhannya yang pesat, maraknya pinjol ilegal, praktik joki, dan komunitas gagal bayar (galbay) berpotensi merusak keberlanjutan ekosistem pinjaman daring.

Suara.com - Industri pinjaman daring (pindar) atau fintech lending sedang menghadapi tantangan serius. Di balik pertumbuhannya yang pesat, maraknya pinjol ilegal, praktik joki, dan komunitas gagal bayar (galbay) berpotensi merusak keberlanjutan ekosistem.

Terkait hal ini, Center of Economic and Law Studies (CELIOS) mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk berhati-hati dalam meregulasi bunga pinjaman.

Rani Septyarini, Peneliti Ekonomi Digital CELIOS, menjelaskan bahwa platform pindar adalah two-sided market yang harus menjaga keseimbangan insentif antara peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender). 

"Suku bunga yang terjangkau dapat menarik peminjam, namun bunga juga harus proporsional untuk mencerminkan risiko kredit agar lender memperoleh imbal hasil yang layak," ujar Rani dalam sebuah diskusi di Jakarta, Senin (11/8/2025).

Rani menegaskan, OJK harus mempertimbangkan keberlanjutan operasional platform. Jika bunga terlalu rendah, bukan hanya keuntungan lender yang tergerus, tetapi juga kelangsungan platform terancam. Ini akan berdampak pada penurunan likuiditas dan terbatasnya akses kredit bagi masyarakat.

"Dalam situasi seperti itu, konsumen berisiko kembali terjebak pada praktik predatory lending seperti pinjaman online (pinjol) ilegal," ia mengingatkan. Penentuan bunga harus hati-hati, cukup terjangkau untuk peminjam, namun tetap menarik bagi lender agar ekosistem tetap berjalan.

Nailul Huda, Direktur Ekonomi Digital CELIOS, menyoroti manfaat besar pinjaman daring. Pindar memperluas akses keuangan bagi UMKM dan masyarakat yang kesulitan memenuhi syarat perbankan formal. "Pindar hadir dengan proses yang cepat, tanpa perlu jaminan, dan berbasis aplikasi, sehingga lebih mudah dijangkau," jelasnya.

Di sisi lain, bagi lender individu maupun institusi, pindar menjadi instrumen investasi menarik dengan imbal hasil mencapai 15–20 persen per tahun, jauh di atas suku bunga deposito. "Tidak heran jika jumlah rekening lender terus meningkat dari tahun ke tahun," kata Huda.

Namun, ia mengingatkan bahwa imbal hasil tinggi juga diikuti risiko gagal bayar yang besar, sehingga regulasi dan transparansi menjadi kunci.

Baca Juga: Usut Kartel Bunga Pindar, Pakar Nilai KPPU Tak Mihak Kepentingan Konsumen

Dyah Ayu, Peneliti Ekonomi CELIOS, menambahkan bahwa regulasi yang lebih hati-hati dalam menetapkan suku bunga akan menjaga keberlanjutan sektor P2P lending, sambil tetap memperhatikan keseimbangan antara perlindungan bagi konsumen dan daya tarik
bagi investor.

“Diharapkan adanya penetapan suku bunga berbasiskan risiko yang adil bagi lender dan borrower, serta memastikan kepastian dan transparansi suku bunga bagi platform melalui evaluasi berkala,” ujarnya.

Dyah mengatakan, pemerintah perlu mengambil langkah komprehensif yang menjamin keberlanjutan ekosistem pindar dengan memitigasi risiko di sisi lender dan platform. Misalnya, melalui penguatan Pokja Pinjaman Daring dalam pemberantasan pinjol ilegal, menangani isu gagal bayar (galbay) dengan membuat pedoman serta mencegah fraud dari kehadiran komunitas maupun joki galbay.

“Dengan demikian, industri pindar dapat tumbuh sehat, lender percaya, platform berinovasi, dan borrower terhindar dari praktik pinjaman yang merugikan”, tambahnya.

Selain itu, di balik potensi besar yang ditawarkan oleh pinjaman daring, perlu adanya perhatian khusus terhadap literasi keuangan di masyarakat.

"Peningkatan literasi keuangan menjadi kunci agar konsumen dapat membuat keputusan finansial yang lebih baik dan mengurangi risiko terjebak dalam utang yang berlebihan," ujar Dyah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI