Suara.com - Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tengah dihebohkan dengan mundurnya Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara Joao Angelo De Sousa Mota. Pengunduran diri diumumkannya secara mendadak dan Joao Mota hanya menjabat sebagai Dirut PT Agrinas Pangan Nusantara.
Salah satu alasanya yaitu, karena Joao Mota tidak mendapatkan dukungan dalam menjalankan program-program BUMN Pangan tersebut. Selain itu, ia menganggap birokrasi di Danantara juga sangat ruwet dan berbelit-belit.
Lantas apakah benar proses birokrasi Danantara berbelit-belit?
CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menyebut dalam pengelolaan BUMN, pihaknya mengedepankan prinsip tata kelola perusaan yang baik atau Good Corporate Governance (GCG) secara ketat di seluruh lini operasional. Ia juga bilang, Danantara selalu memantau proses bisnis PT Agrinas Pangan Nusantara.

Untuk diketahui, PT Agrinas Pangan Nusantara, sebelumnya merupakan BUMN konsultan konstruksi PT Yodya Karya. Namun, Kementerian BUMN merestrukturisasi tiga BUMN konsultan kontruksi untuk fokus urusi msalah pangan.
"Setiap aksi korporasi, termasuk di PT Agrinas Pangan Nusantara, dijalankan melalui kajian kelayakan menyeluruh dan mengikuti prosedur yang berlaku," ujarnya dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).
Rosan melanjutkan, Danantara juga berhati-hati dalam pengambilan keputusan terhadap satu BUMN. Hal ini, bebernya, agar bisa meningkatkan kinerja BUMN dan kepercayaan para pemangku kepentingan.
"Sebagai pengelola investasi strategis, Danantara Indonesia berkomitmen pada transparansi, akuntabilitas, dan penerapan tata kelola yang baik di seluruh entitas usaha," imbuhnya.
Alasan Joao Mota Mundur
Baca Juga: BUMN Asuransi Mau Dimerger, Bos OJK Sudah Dapat Bisikan dari Danantara
Sebelumnya, Joao Mota telah mundur sebagai Direktur Utama PT Agrinas Pangan Nusantara. Hal ini, dikarenakan proses bisnis yang berjalan untuk kedaulatan pangan belum lancar.
Terlebih dari proses birokrasi dari induk usaha BPI Danantara yang masih berbelit-belit.
"Kondisi pangan ini adalah ultima ratio, itu keadaan yang sangat kritis yang harusnya teman-teman dari Danantara dibentuk sebagai suatu badan baru untuk mempercepat atau mempersingkat proses-proses kegiatan yang sifatnya lebih kepada bisnis, bukan lagi menjadi birokrasi-birokrasi yang membangun suatu birokrasi yang sangat panjang, berbelit-belit yang hampir tidak mungkin kita wujudkan," ujarnya dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (11/8/2025).
Bahkan, Joao menyebut, untuk menjalankan suatu program pangan, dirinya perlu menyertakan studi kelayakan atau Feasibility Studi (FS) berkali-kali.
"Itulah birokrasi-birokrasi yang masih tetap dipertahankan dan dipraktikkan di dalam Danantara sehingga sampai hari ini pun kami masih dimintakan lagi FS yang sampai hari ini mungkin sudah ketiga atau keempat kali yang kami serahkan," ucapnya.