Suara.com - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, bakal memeloti perbankan yang mendapatkan kucuran dana dari pemerintah sebesar Rp 200 triliun.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, akan meninjau fungsi intermediasi dari perbankan setelah mendapatkan dana kucuran dari pemerintah.
Ia berjanji mengawal proses penyaluran kredit dari bank tersebut agar sesuai dengan harapan pemerintah.
"Kami akan memantau bagaimana tindak lanjut dari bank-bank tadi itu. Progresnya seperti apa, dari waktu ke waktu kami akan pantau,"katanya di Jakarta,Rabu (17/9/2025).
Lalu, mengenai potensi gagal bayar alias non-performing loan (NPL) diyakini tidak terjadi.
Sebab, masing-masing perbankan sudah menyiapkan analisis risiko.
![Ilustrasi bank. [Pixabay]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/25/29896-ilustrasi-bank.jpg)
"Kami tadi mohon arahan kepada Pak Menteri Keuangan (Purbaya), sektor-sektor prioritas yang kiranya diharapkan oleh pemerintah juga menjadi salah satu kemungkinan dari saluran pembiayaan maupun kredit tadi. Itu nanti akan terus kita lakukan koordinasi dan kerja sama," bebernya.
Dia menambahkan, guyuran dana pemerintah bakal meningkatkan likuiditas perbankan yang selama ini ketat.
Apalagi, beberapa bank pelat merah bahkan sudah mencatatkan loan to deposit ratio (LDR) di atas 90 persen.
Baca Juga: Bank Mandiri Dapat Kucuran Dana Pemerintah Rp55 Triliun, Dipake Buat Apa?
"Tentu semua pelaksanaannya tetap dalam kaidah prudensial yang berlaku. Saya rasa tidak ada yang dikecualikan ataupun dikorbankan di sana. Kewenangannya itu kan ada dalam kondisi bank masing-masing melakukan risiko analisisnya maupun juga melakukan tahap-tahap proses pelaksanaannya," ujarnya.
Dengan suntikan dana pemerintah yang disimpan di bank, ada ruang untuk kembali menyalurkan kredit atau pinjaman.
Hal ini bisa menjadi pekerjaan rumah (PR) perbankan ke depan adalah menentukan siapa yang layak mengantongi kredit tersebut.
"Maka masuknya dana Rp 200T tadi telah meningkatkan posisi likuiditas dari bank-bank Himbara. Kalau mau sedikit lagi lebih teknis ya, yang rasionya antara alat likuid dengan dana pihak tiga DPK itu sebelumnya beberapa di bawah 20 persen. Dengan adanya masukan dana Rp 200T ini sekarang sudah berada di atas 20 persen," tandasnya.