OJK Catat Likuiditas Bank 'Banjir' Usai Guyuran Dana Rp200 Triliun dari Menkeu

Rabu, 17 September 2025 | 13:43 WIB
OJK Catat Likuiditas Bank 'Banjir' Usai Guyuran Dana Rp200 Triliun dari Menkeu
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae dalam RDK Bulanan secara virtual, Kamis (4/9/2025). [Tangkapan layar]
Baca 10 detik
  • OJK mengonfirmasi bahwa langkah penempatan dana Rp200 triliun telah berhasil membuat likuiditas perbankan nasional melonjak signifikan
  • Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa likuiditas perbankan saat ini dalam kondisi sangat sehat.
  • Rasio AL/DPK naik dari 24,01% pada 4 September menjadi 25,57% per 12 September 2025.

Suara.com - Strategi pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp200 triliun ke lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) menuai hasil positif. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengonfirmasi bahwa langkah ini berhasil membuat likuiditas perbankan nasional melonjak signifikan, membuka ruang lebar untuk penyaluran kredit.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengungkapkan bahwa likuiditas perbankan saat ini dalam kondisi sangat sehat. Hal ini terlihat dari rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) dan Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) yang berada jauh di atas ambang batas yang ditetapkan.

"Likuiditas perbankan masih relatif evolved, tercermin dari AL/DPK dan AL/NCD yang terjaga di atas regulatory threshold setelah penambahan DPK pada bank-bank BUMN pada 12 September. Likuiditas perbankan tercatat meningkat,” ujar Dian dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (17/9/2025).

Data OJK menunjukkan perbaikan yang drastis. Rasio AL/DPK naik dari 24,01% pada 4 September menjadi 25,57% per 12 September 2025. Rasio AL/NCD juga meningkat dari 106,92% menjadi 113,73% dalam periode yang sama. Kenaikan ini terutama didukung oleh bank-bank BUMN yang menjadi penerima guyuran dana pemerintah.

Selain itu, pertumbuhan kredit dan Dana Pihak Ketiga (DPK) juga menunjukkan tren positif. Pada Agustus 2025, pertumbuhan kredit tercatat 7,56% (yoy) dan DPK naik 8,63% (yoy). Dengan perkembangan ini, rasio kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio/LDR) perbankan berada di level 86,03%, yang masih aman.

Dian menegaskan bahwa dengan bantalan likuiditas yang kuat, perbankan nasional memiliki kemampuan yang besar untuk menyalurkan kredit. Ini menjadi sinyal positif bagi pelaku usaha dan masyarakat yang membutuhkan pendanaan. "Hal ini menunjukkan bahwa perbankan masih memiliki ruang penyaluran kredit yang cukup besar ke depannya,” pungkasnya.

Meski demikian kebijakan ini menuai kritik tajam dari parlemen. Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Dolfie Othniel Frederic Palit, menilai kebijakan tersebut justru menjadi beban baru bagi perbankan. Menurutnya, jumlah kredit 'nganggur' di perbankan sudah sangat besar.

"Berapa sebenarnya kredit nganggur di perbankan? Menurut data Juni 2025 itu senilai Rp2.304 triliun, ini benar atau enggak?" tanya Dolfie, yang langsung dibenarkan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae.

Dolfie mempertanyakan mengapa pemerintah justru menambah likuiditas perbankan di saat kredit 'nganggur' sudah menumpuk triliunan rupiah.

Baca Juga: DPR 'Sentil' Menkeu Purbaya, Sebut Kebijakan Rp200 Triliun Cuma Jadi Beban Bank & Rugikan Rakyat!

"Artinya yang nganggur saja sudah Rp2.000-an (triliun), tambah Rp200 (triliun), kita nggak tahu nih untuk apa. Rp2.000 triliun belum bisa dimaksimalkan, masuk lagi Rp200 triliun, malah bikin beban," tegasnya.

Ia juga menyoroti rasio pinjaman terhadap simpanan (Loan to Deposit Ratio/LDR) perbankan yang tidak pernah mencapai 90%. Bahkan, setelah disuntik dana Rp200 triliun, LDR justru turun menjadi 85,34% pada Agustus 2025, menunjukkan bank kesulitan menyalurkan kredit.

Dolfie juga menyoroti sumber dana yang digunakan. Ia menyebut dana Rp200 triliun ini berasal dari Saldo Anggaran Lebih (SAL) yang merupakan bagian dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"SAL berasal dari mana? Dari SBN (Surat Berharga Negara), kita bayar bunga SBN, sementara bunga yang dikasihkan ke bank rendah, jadi tanggungan APBN akhirnya. Uang APBN uang rakyat, jadi rakyat juga yang menanggung akibat dari kebijakan ini," imbuhnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI