Serba-Serbi Sumitronomics: Digagas Ayah Prabowo, Digaungkan Menkeu Purbaya

Ruth Meliana Suara.Com
Kamis, 25 September 2025 | 14:12 WIB
Serba-Serbi Sumitronomics: Digagas Ayah Prabowo, Digaungkan Menkeu Purbaya
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa (dok. Kemensetneg RI)

Suara.com - Sumitronomics mendadak jadi bahan pembicaraan usai dibahas Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Menurut Menkeu Purbaya, sumitronomics adalah arah baru pembangunan ekonomi nasional. Ia meyakini gagasan ekonomi tersebut akan mengantar Indonesia menjadi negara maju.

Dengan penuh percaya diri, Purbaya menyebut sumitronomics akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga 6% untuk jangka panjang. Bahkan, mencapai 8% di tahun 2029.

Meski terdengar sulit, Purbaya mengingatkan bahwa perekonomian Indonesia pernah tumbuh hingga di atas 6% sebelum krisis 1997–1998, sehingga target 8% masih dinilai realistis selama dijalankan dengan konsisten.

Lantas, apa itu sumitronomics? Berikut serba-serbi sumitronomics yang sebaiknya Anda pahami.

Asal-Usul Gagasan Sumitronomics

Istilah Sumitronomics berakar dari pemikiran ekonom terkemuka Indonesia, Prof. Sumitro Djojohadikusumo, sosok yang juga merupakan ayah Presiden Prabowo Subianto.

Gagasan ini menekankan pentingnya peran negara sebagai penggerak utama pembangunan ekonomi dengan landasan nasionalisme ekonomi, dorongan industrialisasi, serta proteksi terhadap kepentingan dalam negeri.

Konsep tersebut kembali mendapat sorotan besar setelah kemenangan Prabowo pada Pemilu 2024.

Baca Juga: Titiek Soeharto Angkat Bicara Soal Jokowi Dukung Prabowo-Gibran 2 Periode: Ada Apa?

Kini, sumitronomics digadang-gadang sebagai arah baru pembangunan nasional Indonesia.

Tiga Pilar Utama Sumitronomics

Menurut penjelasan Purbaya, ada tiga fondasi besar yang menopang Sumitronomics, yaitu:

1. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi

Sasaran pokok Sumitronomics adalah mendorong pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 8%.

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) difungsikan sebagai instrumen pendorong perputaran ekonomi nasional, yang bukan hanya menggerakkan sektor riil, tetapi juga memperbesar daya beli masyarakat.

Pemerintah menitikberatkan dorongan pada sektor-sektor bernilai tambah tinggi seperti pertanian, manufaktur, industri padat karya, serta pariwisata. Dengan begitu, penciptaan lapangan kerja bisa berlangsung lebih optimal.

2. Pemerataan hasil pembangunan

Pilar berikutnya adalah memastikan hasil pembangunan tidak terpusat di wilayah tertentu saja. Prinsipnya, pertumbuhan ekonomi harus dinikmati secara merata dari barat hingga timur Indonesia.

Program perlindungan sosial dijadikan alat utama untuk menjaga daya beli, memperluas kesempatan kerja, dan mempercepat penurunan angka kemiskinan, terutama di kawasan Indonesia Timur yang selama ini sering tertinggal.

3. Stabilitas Nasional yang dinamis

Stabilitas di bidang ekonomi maupun politik juga menjadi perhatian utama. Hal ini bisa dicapai melalui sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.

Kolaborasi antar lembaga diperlukan untuk menahan dampak guncangan global sehingga ekonomi Indonesia tetap tahan banting.

Strategi Mewujudkan Target Sumitronomics

Purbaya menekankan, kunci dari keberhasilan Sumitronomics adalah konsistensi kebijakan.

Ia mencontohkan perjalanan negara lain seperti Korea Selatan dan Singapura, yang mampu menjaga pertumbuhan di atas 7,5% selama lebih dari satu dekade.

Contoh lain adalah Tiongkok yang sempat mencatat pertumbuhan lebih dari 10% pada periode 2003–2007.

Untuk mempercepat pencapaian, pemerintah mendorong hilirisasi sumber daya alam agar memberi nilai tambah lebih besar.

Selain itu, disiapkan pula berbagai insentif fiskal seperti tax holiday dan super deduction bagi kegiatan riset maupun pelatihan tenaga kerja.

Langkah-langkah ini diharapkan mampu memperkuat daya tarik investasi, mempercepat transformasi industri, serta menempatkan Indonesia pada posisi yang lebih strategis dalam rantai pasok global.

Tantangan dan Kritik terhadap Sumitronomics

Meski menyimpan harapan besar, penerapan sumitronomics tidak lepas dari kritik.

Sejumlah pakar kebijakan publik menegaskan bahwa sebuah konsep besar bisa menjadi inspirasi, namun juga berpotensi menimbulkan ilusi.

Indonesia masih dihadapkan pada persoalan mendasar seperti praktik korupsi, stagnasi dalam reformasi birokrasi, tarik-menarik kepentingan dalam penyusunan kebijakan, hingga indikasi penyusutan kualitas demokrasi.

Apabila kepemimpinan tidak berintegritas dan birokrasi tidak dikelola dengan kompeten, ide negara kuat yang diusung Sumitronomics justru bisa dipakai untuk menguatkan oligarki, bukan menyejahterakan rakyat.

Kritik lain diarahkan pada industrialisasi dan hilirisasi. Proses tersebut wajib memastikan adanya penciptaan pekerjaan yang layak. Berdasarkan data BPS tahun 2024, sekitar 58% tenaga kerja Indonesia masih berada di sektor informal.

Tanpa jaminan sosial yang memadai, hilirisasi hanya akan memperbesar keuntungan investor, sementara pekerja tetap dalam posisi rentan.

Agenda Mendesak agar Sumitronomics Berpihak pada Rakyat

Agar benar-benar menjadi instrumen pembangunan yang pro-rakyat, ada sejumlah langkah yang dianggap penting untuk segera dilaksanakan:

  • Melakukan audit sosial dan fiskal terhadap proyek-proyek strategis nasional, terutama hilirisasi, guna mengukur dampaknya pada pekerja, lingkungan hidup, serta daerah.
  • Menyegerakan reformasi birokrasi dan memperkuat kelembagaan agar fungsi negara tidak dikendalikan oleh elit politik maupun jaringan kroni.
  • Memulihkan ruang demokrasi partisipatif dengan membuka ruang dialog bersama masyarakat sipil, akademisi, serikat buruh, dan petani dalam menentukan arah pembangunan nasional.

Dengan demikian, Sumitronomics bisa dilihat sebagai kelanjutan warisan pemikiran Prof. Sumitro sekaligus sebagai ujian besar bagi pemerintahan baru. Apakah konsep ini akan menghadirkan pertumbuhan tinggi yang inklusif atau justru terjebak dalam praktik lama, semua bergantung pada kepemimpinan politik.

Kontributor : Hillary Sekar Pawestri

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI