Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 10 Oktober 2025 | 06:19 WIB
Tarif Transjakarta Naik Imbas Pemangkasan Dana Transfer Pemerintah Pusat?
Bus Transjakarta berhenti untuk memuat penumpang di Halte Jaga Jakarta, Senen, Jakarta Pusat, Senin (8/9/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Baca 10 detik
  • Pemprov DKI Jakarta mengkaji penyesuaian tarif Transjakarta yang tak berubah sejak 2005 karena cost recovery turun drastis, sebagai bagian efisiensi anggaran daerah.
  • Namun, Kepala Dishub DKI memastikan tarif MRT dan LRT tidak naik, karena subsidi yang ada masih memadai, meski nilai keekonomian mencapai Rp32.000 per perjalanan.
  • Kenaikan tarif belum dibahas detail.

Suara.com - Wacana penyesuaian tarif transportasi publik di DKI Jakarta mencuat seiring adanya pemangkasan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah.

Fokus utama kajian efisiensi anggaran ini diarahkan pada layanan Transjakarta, yang tarifnya dianggap sudah tidak relevan dengan kondisi ekonomi saat ini.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengungkapkan bahwa tarif Transjakarta terakhir ditetapkan pada tahun 2005, yaitu sebesar Rp3.500.

Dalam dua dekade terakhir, Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta telah meningkat enam kali lipat, dan inflasi kumulatif telah mencapai 186,7 persen.

"Cost recovery Transjakarta turun dari 34 persen pada 2015 menjadi 14 persen saat ini. Artinya biaya yang dibutuhkan untuk menutup itu semakin tinggi," jelas Syafrin, dikutip via Antara, merujuk pada rasio pemulihan biaya operasional dari tarif yang dibayarkan penumpang.

Berdasarkan analisis ini, penyesuaian tarif Transjakarta dinilai sangat dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan layanan. Meski demikian, Syafrin menegaskan, "tapi belum ada angka (penyesuaiannya), masih terus didetailkan."

Tarif MRT dan LRT Tidak Berubah 

Berbanding terbalik dengan Transjakarta, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan bahwa tarif MRT Jakarta dan LRT tidak akan mengalami kenaikan. 

Sejumlah penumpang menunggu kereta Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Senin (30/6/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]
Sejumlah penumpang menunggu kereta Lintas Raya Terpadu (LRT) Jabodebek di Stasiun Dukuh Atas, Jakarta, Senin (30/6/2025). [Suara.com/Alfian Winanto]

Hal ini diberikan di tengah rencana Pemprov DKI untuk mengkaji ulang skema subsidi transportasi umum, menyusul pemangkasan Dana Bagi Hasil (DBH) yang membuat proyeksi APBD 2025 turun signifikan.

Baca Juga: Danantara Awasi Pembayaran Utang LRT Jabodebek Rp 2,2 Triliun dari KAI ke Adhi Karya

Kepala Dishub DKI menjamin bahwa tarif kedua moda transportasi berbasis rel tersebut tidak akan naik karena berdasarkan kajian willingness to pay (kesediaan membayar) dan ability to pay (kemampuan membayar), tarif yang berlaku saat ini masih dalam batas toleransi.

Tuhiyat, Direktur Utama PT MRT Jakarta, menambahkan bahwa selisih antara tarif yang dibayarkan penumpang dengan nilai keekonomian tarif yang sesungguhnya memang sangat besar.

Sebagai contoh, untuk rute Bundaran HI—Lebak Bulus, nilai keekonomian sebenarnya mencapai Rp32.000, sementara penumpang hanya membayar Rp14.000. Selisih Rp18.000 per perjalanan ini ditanggung oleh pemerintah melalui skema Public Service Obligation (PSO).

Bahkan, Syafrin Liputo menyebut subsidi rata-rata per pelanggan MRT pada tahun 2024 adalah sekitar Rp6.000 (berdasarkan keekonomian tarif Rp13.000 berbanding tarif Rp7.000).

Angka subsidi ini dinilai masih masuk dalam skema yang dirancang. Untuk menjaga keberlanjutan operasional, MRT Jakarta terus mengembangkan pendapatan dari sumber non-farebox, seperti hak penamaan stasiun, penyewaan ruang ritel, dan komersial lainnya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI