- Terdapat selisih data simpanan dana pemda sebesar Rp18,97 triliun antara catatan Bank Indonesia (Rp233,97 triliun per 30 September 2025) dan data Kementerian Dalam Negeri (Rp215 triliun per 17 Oktober 2025)
- Bank Indonesia menjelaskan bahwa datanya berasal dari laporan bulanan seluruh bank yang telah diverifikasi
- Pemerintah pusat, melalui Kementerian Keuangan, mendorong pemda untuk mempercepat realisasi belanja APBD 2025 dan memanfaatkan dana yang mengendap
Suara.com - Bank Indonesia (BI) akhirnya buka suara terkait perbedaan data simpanan dana pemerintah daerah (pemda) di perbankan yang mencuat ke publik. Perbedaan data yang signifikan dengan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini menimbulkan pertanyaan besar mengenai pengelolaan dan pencatatan keuangan daerah yang nilainya mencapai triliunan rupiah.
Temuan ini berawal dari data yang menunjukkan kontras tajam antara dua institusi penting negara. Bank Indonesia mencatat bahwa total dana simpanan pemda di seluruh perbankan nasional mencapai angka fantastis Rp233,97 triliun per 30 September 2025.
Namun, di sisi lain, data yang dihimpun Kemendagri dari 546 pemerintah daerah per 17 Oktober 2025 menunjukkan angka yang lebih rendah, yakni sebesar Rp215 triliun.
Dari kedua data tersebut, muncul selisih yang tidak bisa dianggap remeh, yaitu sebesar Rp18,97 triliun. Angka ini memicu kekhawatiran dan mendorong pemerintah pusat untuk segera mencari tahu akar permasalahannya.
Menanggapi hal ini, Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, memberikan penjelasan resmi mengenai metodologi pengumpulan data yang dilakukan oleh bank sentral. Menurutnya, data yang dimiliki BI berasal dari sumber yang valid dan terverifikasi.
“Bank Indonesia memperoleh data posisi simpanan perbankan dari laporan bulanan yang disampaikan oleh seluruh kantor bank,” ujar Ramdan dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (22/10/2025).
Ia menegaskan bahwa proses ini memiliki standar yang ketat.
“Bank menyampaikan data tersebut berdasarkan posisi akhir bulan dari bank pelapor. Selanjutnya, Bank Indonesia melakukan verifikasi dan mengecek kelengkapan data yang disampaikan," ujarnya sebagaimana dilansir kantor berita Antara.
Ramdan menambahkan bahwa data agregat tersebut dipublikasikan secara transparan melalui Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI) yang dapat diakses melalui situs resmi Bank Indonesia, sebagai bentuk akuntabilitas kepada publik.
Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga Acuan di 4,75 Persen
Pemerintah Pusat Turun Tangan
Perbedaan data ini mendapat sorotan tajam dari Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa. Dalam Rapat Pengendalian Inflasi Daerah yang digelar bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian di Kantor Kemendagri, Jakarta, Senin (20/10), Purbaya secara terbuka meminta Kemendagri untuk melakukan investigasi mendalam.
Purbaya menduga adanya potensi kelalaian dalam proses pencatatan data oleh pemerintah daerah. Ia ingin Mendagri, yang memiliki wewenang dan akses langsung ke laporan kas pemda, untuk menelusuri faktor penyebab perbedaan data tersebut serta melacak ke mana aliran dana itu tercatat.
Sejalan dengan itu, Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan, Askolani, menyatakan bahwa pihaknya akan segera melakukan rekonsiliasi untuk menelusuri data yang dimiliki oleh BI maupun Kemendagri.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa untuk saat ini, Kemenkeu masih menggunakan data dari Bank Indonesia sebagai acuan utama.
“Mesti rekonsiliasi, dua-duanya sih harus kami cek,” ujar Askolani saat ditemui di kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (21/10).