Suara.com - Bagi banyak orang, wakaf sering dipahami sebatas ibadah, sebuah amal jariyah yang pahalanya terus mengalir. Namun, seiring berkembangnya literasi keuangan syariah, pandangan itu mulai meluas. Kini, wakaf juga dilihat sebagai instrumen investasi sosial yang bernilai ekonomi tinggi dan berdampak luas bagi masyarakat.
Dari sisi karakter finansial, wakaf memiliki profil risiko yang konservatif karena aset pokoknya tetap dijaga agar tidak berkurang. Meski begitu, manfaatnya dapat terus mengalir dan dinikmati oleh masyarakat penerima (mauquf ‘alaih). Di Indonesia, literasi tentang wakaf uang pun meningkat, apalagi kini seseorang bisa berpartisipasi dengan nominal terjangkau melalui berbagai lembaga keuangan syariah yang telah diawasi oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI).
Namun, penting untuk memahami, apakah konsep investasi wakaf ini benar-benar sejalan dengan prinsip syariah dan memberikan manfaat nyata bagi pembangunan bangsa?
Wakaf sebagai Instrumen Syariah yang Telah Hidup Sejak Zaman Ulama Klasik
Wakaf bukan konsep baru. Sejak abad ke-2 Hijriah, ulama seperti Imam al-Zuhri telah memperkenalkan gagasan wakaf uang (waqf al-nuqud). Dalam karya Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, beliau menegaskan bahwa wakaf dalam bentuk dinar dan dirham diperbolehkan, bahkan dapat dijadikan modal usaha produktif. Keuntungan dari usaha itu tidak untuk wakif, tetapi sepenuhnya disalurkan kepada penerima manfaat.
Prinsip ini menjadi fondasi konsep management resource fundraising yang kini digunakan lembaga-lembaga pengelola wakaf modern. Aset pokok tetap terjaga, sementara hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan sosial dan pembangunan. Dalam konteks Indonesia, Badan Wakaf Indonesia (BWI) mengadopsi sistem serupa, memastikan agar setiap wakaf dapat memberikan manfaat berkelanjutan sesuai syariah.
Dengan demikian, wakaf modern bukan hanya sarana ibadah individual, melainkan mekanisme ekonomi sosial yang mendorong kemandirian umat.
Manfaat Wakaf dalam Pembangunan dan Infrastruktur
Sejarah mencatat bahwa wakaf memiliki peran penting dalam pembangunan. Di Kuwait, dana wakaf digunakan untuk membiayai proyek properti dan permukiman. Mesir mengelola wakaf untuk membangun Universitas Al-Azhar dan bahkan ikut serta dalam pembiayaan Terusan Suez. Bahkan di negara non-Muslim seperti Amerika Serikat dan Singapura, dana wakaf dari komunitas Muslim digunakan untuk mendukung pengembangan sosial dan pendidikan.
Baca Juga: BRI Salurkan Dana Rp55 Triliun untuk UMKM, Perkuat Likuiditas dan Ekonomi Nasional
Indonesia pun memiliki jejak yang tak kalah menarik. Dana wakaf dari masyarakat Aceh, misalnya, digunakan untuk membeli pesawat pertama Republik Indonesia, yang menjadi cikal bakal Garuda Indonesia. Wakaf juga turut berkontribusi dalam pembangunan Monumen Nasional (Monas) di Jakarta, sebuah simbol kebanggaan bangsa.
Melihat potensi itu, pemerintah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) untuk memaksimalkan potensi wakaf nasional yang diperkirakan mencapai Rp180 triliun per tahun. Inisiatif ini menjadi langkah strategis untuk menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan berbasis wakaf produktif.
Manfaat Ekonomi: Dari Pemberdayaan hingga Penciptaan Lapangan Kerja
Selain pembangunan fisik, wakaf juga memiliki fungsi ekonomi yang kuat. Dalam banyak kasus, dana wakaf dimanfaatkan untuk mengurangi beban negara dalam menyediakan layanan dasar seperti pendidikan dan kesehatan. Sejak masa klasik, rumah sakit, madrasah, dan pusat sosial banyak berdiri dari hasil pengelolaan wakaf.
Manfaat ekonomi lainnya datang dari efek berganda (multiplier effect). Ketika hasil pengelolaan wakaf disalurkan kepada masyarakat miskin, daya beli meningkat, aktivitas perdagangan bertambah, dan angka pengangguran menurun. Bahkan, beberapa yayasan di Sri Lanka dan Nigeria telah membuktikan bahwa wakaf uang dan wakaf saham dapat menciptakan lapangan kerja baru melalui pelatihan keterampilan dan pembiayaan usaha mikro.
Sifat keberlanjutan wakaf juga menjadi nilai tambah. Modal pokok tetap utuh, sementara hasil pengelolaannya terus diputar untuk mendanai kegiatan sosial ekonomi. Dengan demikian, wakaf menjadi instrumen ekonomi yang tahan krisis dan berkontribusi langsung terhadap pertumbuhan inklusif.