-
Bank Indonesia menyalurkan insentif likuiditas Rp 393 triliun melalui Kebijakan KLM untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan.
-
Dana disalurkan ke berbagai sektor prioritas, termasuk pertanian, manufaktur, properti, transportasi, dan UMKM.
-
Pertumbuhan kredit masih lemah, dipengaruhi oleh sikap hati-hati pelaku usaha dan suku bunga kredit yang masih tinggi.
Suara.com - Bank Indonesia (BI) telah mengguyur Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM), terhadap bank-bank di Indonesia.
Termasuk, bank asing juga kebagian dana likuiditas dari BI.
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, total insentif yang telah disalurkan mencapai Rp 393 triliun. Hal ini untuk mendorong pertumbuhan kredit.
"Implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan," katanya dikutip dari Youtube BI, Selasa (28/10/2025).
Dia mengatakan, minggu pertama Oktober 2025, total insentif KLM mencapai Rp 393 triliun.
Rinciaan yang disalurkan kepada kelompok bank BUMN sebesar Rp 173,6 triliun, BUSN sebesar Rp 174,4 triliun, BPD sebesar Rp 39,1 triliun, dan KCBA sebesar Rp 5,7 triliun.
Secara sektoral, insentif KLM disalurkan kepada sektor-sektor prioritas yakni sektor Pertanian, Perdagangan dan Manufaktur, sektor Real Estate, Perumahan Rakyat, dan Konstruksi, sektor Transportasi, Pergudangan, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, serta UMKM, Ultra Mikro, dan Hijau.
Ke depan, kebijakan KLM akan terus diperkuat untuk mendorong pertumbuhan kredit/pembiayaan perbankan, melalui implementasi penguatan KLM berorientasi ke depan guna mendorong pertumbuhan kredit lebih tinggi.
"Lebih dari itu, pemberian insentif KLM juga didasarkan pada kecepatan perbankan dalam menyesuaikan suku bunga kredit/pembiayaan terhadap suku bunga kebijakan Bank Indonesia untuk mempercepat transmisi penurunan suku bunga perbankan," jelasnya.
Baca Juga: Ancaman Tarif AS Kian Nyata! BI Waspada, Aliran Modal Asing dari Emerging Market Terus Berfluktuasi
Dia menambahkan, pertumbuhan kredit perbankan perlu terus ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
"Kredit perbankan pada September 2025 masih tercatat 7,70 persen (yoy), meskipun sedikit meningkat dari 7,56 persen (yoy) pada Agustus 2025," ungkap Perry Warjiyo.
"Permintaan kredit belum kuat dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see, optimalisasi pembiayaan internal oleh korporasi, dan suku bunga kredit yang masih relatif tinggi," tandasnya.