Suara.com - Belakangan, istilah opsen pajak sering menjadi perbincangan setelah diberlakukannya Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (UU HKPD).
Banyak orang menganggap opsen pajak sebagai jenis pajak baru, padahal sebenarnya tidak demikian.
Opsen pajak justru membantu pemerintah daerah memperoleh tambahan pendapatan tanpa menambah objek pajak baru. Salah satu contoh penerapannya bisa dilihat pada pajak kendaraan bermotor.
Agar lebih memahami sistem ini, berikut penjelasan lengkap tentang apa itu opsen pajak, tujuannya, hingga cara perhitungannya.
Pengertian Opsen Pajak
Opsen pajak merupakan pungutan tambahan yang dipungut oleh pemerintah daerah bersamaan dengan pembayaran pajak utama yang menjadi dasar opsen tersebut.
Tujuan utamanya adalah memberikan ruang bagi daerah agar bisa memiliki sumber keuangan sendiri tanpa sepenuhnya bergantung pada dana transfer dari pusat.
Dasar hukumnya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Melalui aturan ini, beberapa jenis pajak yang sebelumnya menggunakan sistem bagi hasil, kini dialihkan ke skema opsen.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Ogah Tarik Cukai Popok hingga Tisu Basah, Tunggu Ekonomi Membaik
Contohnya antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), di mana sebagian penerimaannya masuk ke kas daerah.
Fungsi dan Tujuan Opsen Pajak
Sistem opsen pajak dibuat untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah. Dengan adanya sistem ini, daerah dapat mengelola sebagian dana pajak secara langsung untuk kepentingan publik. Tujuan penerapan opsen pajak antara lain:
1. Meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
2. Opsen pajak membantu memperkuat kas daerah guna membiayai pembangunan serta layanan publik.
3. Mendorong efisiensi dan transparansi anggaran.
4. Pengelolaan pajak menjadi lebih terukur dan dapat dipantau dengan sistem yang jelas.
5. Memperkuat sinergi pusat dan daerah.
6. Opsen menciptakan kolaborasi yang lebih adil antara kedua pihak tanpa sistem bagi hasil yang rumit seperti sebelumnya.
Jenis Pajak yang Menerapkan Opsen
Berdasarkan UU HKPD, ada tiga jenis pajak yang kini memiliki komponen opsen, yaitu:
1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB)
Opsen PKB ditetapkan oleh pemerintah kabupaten/kota sebagai tambahan dari pokok pajak kendaraan bermotor.
Pembayarannya dilakukan setiap tahun bersamaan dengan pajak kendaraan melalui Samsat maupun aplikasi daring.
Sistem pembayaran sudah otomatis menghitung total pajak termasuk opsen, jadi tidak perlu dilakukan secara terpisah.
Penerimaan dari opsen PKB akan masuk ke kas daerah dan dicatat sebagai PAD.
Rata-rata tarif opsen PKB adalah 66% dari pokok PKB yang dibayarkan wajib pajak.
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB)
Opsen BBNKB dikenakan ketika terjadi perpindahan kepemilikan kendaraan, baik karena jual beli, hibah, maupun warisan.
Tujuan utamanya sama dengan opsen PKB, yaitu memperkuat pendapatan daerah tanpa menambah beban masyarakat.
Besaran tarifnya juga 66% dari pokok BBNKB, dan hasilnya disalurkan untuk mendukung kegiatan pembangunan di wilayah tersebut.
3. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB)
Untuk jenis ini, opsen diberlakukan oleh pemerintah provinsi dengan tarif 25% dari pokok pajak MBLB.
Dana yang diperoleh dipakai untuk memperkuat sistem pengawasan serta perizinan pertambangan di daerah dan menjadi bagian dari PAD provinsi.
Contoh Perhitungan Opsen Pajak
Misalnya, sebuah mobil memiliki Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKP) sebesar Rp200 juta dan merupakan kendaraan pertama wajib pajak.
Jika tarif PKB provinsi ditetapkan 1,1%, maka perhitungan pajaknya sebagai berikut:
- PKB: 1,1% × Rp200.000.000 = Rp2.200.000 (masuk ke kas provinsi)
- Opsen PKB: 66% × Rp2.200.000 = Rp1.452.000 (masuk ke kas kabupaten/kota)
- Total pembayaran pajak menjadi sekitar Rp3.652.000, setara dengan tarif 1,8% pada sistem lama.
Kontributor : Damai Lestari