-
Mata uang Garuda sukses masuk zona hijau di level Rp 16.734/USD, mengekor tren positif mata uang Asia yang dipimpin oleh Ringgit Malaysia.
-
Keraguan pejabat Bank Sentral AS soal pemangkasan suku bunga justru menjadi angin segar yang membuat Rupiah bangkit melawan Dolar.
-
Laris manisnya sawit, emas, dan batu bara RI di pasar dunia menjadi senjata ampuh Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan ekonomi domesti
Suara.com - Nilai tukar Rupiah dibuka mulai menghijau pada hari ini. Berdasarkan data Bloomberg, Rupiah di pasar Jumat (21/11/2025) dibuka di level Rp 16.734 per Dolar Amerika Serikat (AS).
Alhasil, Rupiah kembali bangkit 0,07 persen dibanding penutupan pada Kamis yang berada di level Rp 16.736 per Dolar AS. Beberapa mata uang Asia lainnya juga bergerak fluktuatif.
Salah satunya, Ringgit Malaysia menjadi mata uang dengan penguatan terbesar di Asia setelah melonjak 0,29 persen.
Selanjutnya ada Won Korea Selatan terkerek 0,11 persen dan Yuan China menanjak 0,0 persen.
Disusul, Dolar Singapura yang terangkat 0,05 persen. Berikutnya, Baht Thailand yang naik 0,03 persen dan Yen Jepang menguat tipis 0,006 persen di pagi ini.
Dalam hal ini, Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan, penguatan Rupiah ini disebabkan oleh dua faktor yakni dari global maupun domestik.
![Ilustrasi ekonomi global. [Unsplash]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/08/31676-ilustrasi-ekonomi-global.jpg)
Salah satunya, di faktor global disebabkan meningkatnya skeptisisme di antara para pejabat Federal Reserve (Fed) tentang pemangkasan suku bunga berikutnya pada bulan Desember mengaburkan prospek kebijakan moneter.
"Karena para pejabat masih terpecah antara risiko inflasi yang masih ada dan tanda-tanda pelemahan pasar tenaga kerja, para pedagang mengurangi ekspektasi untuk pelonggaran lebih lanjut," bebernya.
Sedangkan, dalam negeri disebabkan oleh Bank Indonesia memperkirakan transaksi berjalan pada 2025 akan berada dalam kisaran surplus 0,1 persen hingga defisit atau current account deficit (CAD) 0,7 persen terhadap produk domestik bruto(PDB).
Baca Juga: Rupiah Lesu Lawan Dolar AS, Karena The Fed Galau Soal Suku Bunga Acuan
"Proyeksi tersebut mencerminkan fundamental eksternal Indonesia yang dinilai tetap terjaga di tengah dinamika ekonomi global," katanya.
Apalagi, BI mengatakan neraca pembayaran Indonesia (NPI) sepanjang tahun ini diperkirakan berada dalam kondisiyang berdaya tahan, didukung oleh defisit transaksi berjalan yang rendah serta aliran modal yang berpotensi meningkat seiring membaiknya prospek ekonomi nasional.
Selain itu, ketahanan eksternal Indonesia hingga saat ini masih terjaga. Hal itu terlihat dari kondisi NPI yang tetap positif dan mampu menopang stabilitas makroekonomi di tengah ketidakpastian global.
Pada kuartal III-2025, transaksi berjalan diperkirakan mencatat surplus. Peningkatan itu didorong oleh kenaikan ekspor nonmigas, termasuk penjualan minyak kelapa sawit (CPO) ke India, logam mulia dan perhiasanke Swiss, serta batu bara ke China.
Dari sisi transaksi modal dan finansial, investasi langsung diprediksi tetap kuat. Optimisme investor terhadap prospek ekonomi domestik menjadi salah satu faktor yang menopang aliran masuk penanaman modal asing.