- Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan 2025 sebagai "whirlwind year" penuh ketidakpastian akibat gejolak global.
- Indonesia mulai fase pemulihan didukung kebijakan moneter dan fiskal, efeknya terasa signifikan pada tahun 2026.
- Indikator domestik membaik, menandakan risiko ekonomi Indonesia tertahan dan didorong potensi pertumbuhan ke atas.
Suara.com - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut tahun 2025 menjadi periode yang sangat menantang bagi perekonomian global.
Ia menilai, tahun ini sebagai whirlwind year yang menggambarkan kondisi dunia yang tengah dilanda badai ketidakpastian dari berbagai sisi.
Airlangga mengatakan, gejolak global yang berlangsung bersamaan menciptakan tekanan besar terhadap stabilitas ekonomi internasional.
“Tahun 2025 ini adalah tahun yang kita sebut sebagai whirlwind year. Tahun penuh ketidakpastian atau headwind, akibat berbagai gejolak global: perang tarif, konflik Israel-Iran, Gaza yang belum selesai, serta perang Ukraina,” ujar Airlangga dalam sambutannya di Rapimnas Kamar Dagang dan Industri (Kadin) di Jakarta, Senin (1/12/2025).
Menurutnya, berbagai konflik tersebut masih menjadi faktor utama yang menghambat konsolidasi ekonomi dunia.
Airlangga mengungkapkan, kombinasi perang tarif dan ketegangan geopolitik telah menahan pemulihan global yang sejatinya mulai terlihat pada tahun-tahun sebelumnya.
“Konflik Israel-Iran, Gaza yang belum selesai, serta perang Ukraina,” kata Airlangga.
Meski demikian, ia menyebut Indonesia justru mulai memasuki fase pemulihan bertahap.
![Ilustrasi ekonomi global. [Unsplash]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/08/08/31676-ilustrasi-ekonomi-global.jpg)
Kebijakan moneter dan fiskal yang ditempuh pemerintah menjadi salah satu faktor yang menjaga perekonomian tetap bergerak.
Baca Juga: Partai Komunis China Guyur Investasi Rp 36,4 Triliun ke Indonesia, Untuk Apa Saja?
“Namun kita melihat perekonomian mulai di-restart, antara lain karena pemotongan suku bunga oleh BI sebesar 125 basis poin. Menteri Keuangan juga menggelontorkan dana sebesar Rp200 triliun. Efek dari kebijakan ini akan terasa pada 2026,” ucapnya.
Airlangga juga menyinggung beberapa indikator ekonomi yang mulai menunjukkan perbaikan di dalam negeri, meskipun tekanan global masih kuat.
"Aktivitas manufaktur mulai ekspansif dan impresif, mencapai 53,3 pada November. Ini akibat permintaan dalam negeri yang cukup tinggi. Indeks Keyakinan Konsumen berada di level 121,2. Menggunakan Mandiri Spending Index, angkanya sudah 312,” tuturnya.
Ia menjelaskan, stabilitas indikator tersebut memberi sinyal bahwa risiko ekonomi Indonesia ke depan mulai tertahan.
“Dengan indikator tersebut, kita melihat risiko ke depan sudah price in, baik pada rupiah, suku bunga, maupun faktor lainnya. Ke depan, kita didorong oleh tailwind, dengan risiko yang lebih besar ke arah upside daripada downside,” ujar Airlangga.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa pemerintah tengah mengoptimalkan program belanja nasional sebagai bantalan untuk menjaga momentum pertumbuhan.
Program tersebut mencakup gelaran diskon, event belanja, hingga kampanye nasional yang digelar pada Desember dan awal tahun.
Airlangga juga memaparkan bagaimana pemerintah menyiapkan fondasi kebijakan fiskal besar untuk menjaga resiliensi ekonomi hingga 2026.
“Ke depan, kami optimistis. Pada 2026 pemerintah membelanjakan anggaran prioritas sebesar Rp2.567,9 triliun dari total APBN Rp3.842 triliun,” pungkasnya.