Dana P2P Lending PT Dana Syariah Indonesia Cuma 0,2 Persen, Tata Kola Semrawut?

M Nurhadi Suara.Com
Jum'at, 05 Desember 2025 | 21:35 WIB
Dana P2P Lending PT Dana Syariah Indonesia Cuma 0,2 Persen, Tata Kola Semrawut?
DANA Syariah
Baca 10 detik
  • Pertemuan virtual Fintech DSI dengan Paguyuban Lender mengungkap tata kelola serius; dana tersedia hanya 0,2% dari total kewajiban.
  • Manajemen DSI tidak mampu memverifikasi basis data lender dan direksi tidak memahami posisi ekuitas perusahaan.
  • Paguyuban menolak rencana penyelesaian DSI dan menuntut pencairan dana Rp3,5 miliar segera secara proporsional.

Suara.com - Fintech peer-to-peer (P2P) lending PT Dana Syariah Indonesia (DSI) baru-baru ini kembali bertemu secara virtual dengan Paguyuban Lender DSI.

Alih-alih memberikan kepastian penyelesaian, pertemuan tersebut justru dinilai Paguyuban mengungkap persoalan tata kelola yang jauh lebih serius dan lemahnya pemahaman manajemen atas kondisi keuangan perusahaan yang menghimpun dana publik.

Dalam pernyataan resminya, Paguyuban Lender menyoroti sejumlah temuan yang mereka sebut sebagai "alarm kebakaran" tata kelola, yang mengindikasikan kelalaian fatal.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan potensi malapraktik pengelolaan perusahaan yang seharusnya diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Masalah utama yang disorot adalah minimnya dana yang tersedia dibandingkan total kewajiban perusahaan.

Klaim Dana Tersedia: DSI mengklaim hanya memiliki Rp3,5 miliar untuk disalurkan kepada sekitar 14.000 lender.
Persentase Kewajiban: Nilai Rp3,5 miliar tersebut hanya setara 0,2% dari total kewajiban perusahaan kepada lender.

Lebih parah lagi, klaim dana tersebut tidak dapat diverifikasi karena manajemen DSI mengaku tidak yakin dengan keakuratan basis data (database) lender mereka sendiri.

"Fakta bahwa mereka tidak tahu data lender-nya sendiri adalah bentuk kelalaian fatal, bahkan bisa disebut malapraktik pengelolaan," tegas perwakilan Paguyuban Lender, dikutip Jumat (5/12/2025).

Paguyuban menilai ini tidak mencerminkan keseriusan manajemen dalam menyelesaikan masalah yang berdampak pada ribuan investor, termasuk pensiunan dan masyarakat kecil.

Baca Juga: Satu Orang Tarik Pinjaman Rp330 Miliar dengan 279 KTP di Pinjol KoinWorks

Salah satu temuan paling mencengangkan adalah pengakuan Direksi DSI, Taufiq Aljufr, yang disebut tidak mengetahui posisi cash-in maupun perubahan signifikan ekuitas perusahaan sepanjang tahun 2025.

Paguyuban mempertanyakan bagaimana seorang direksi bisa tidak memahami arus kas, serta siapa pihak yang sebenarnya mengendalikan laporan keuangan perusahaan. "Ketidaktahuan semacam ini bukan sekadar kelemahan internal — ini indikasi ketidakteraturan struktural, bahkan potensi adanya pihak yang beroperasi di luar struktur resmi," jelas perwakilan Paguyuban.

Temuan "alarm kebakaran" tata kelola lainnya meliputi:

  1. Progres penagihan borrower yang dinilai nyaris nol.
  2. Perubahan ekuitas yang tidak dapat dijelaskan secara transparan.
  3. Pengakuan over appraisal di masa lalu, di mana nilai jaminan borrower lebih rendah dari kewajiban saat dilepas, membuat lender menanggung kerugian.
  4. Tidak adanya rencana pemulihan yang konkret dan realistis.

Tuntutan Tegas dan Penolakan Melibatkan Lender

Meskipun DSI menjanjikan pencairan dana mulai 8 Desember 2025, Paguyuban menilai klaim itu tidak realistis mengingat kondisi kas yang hanya 0,2% dan tidak adanya kemajuan penagihan sejak Oktober.

Paguyuban secara tegas menuntut agar seluruh dana Rp3,5 miliar segera disalurkan secara proporsional berdasarkan data yang valid, tanpa penundaan atau manuver internal.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI