- Menkeu Purbaya menjelaskan kebijakan bea keluar emas efektif 2026 untuk merespons penurunan cadangan bijih emas nasional.
- Kebijakan ini bertujuan mendukung pengembangan ekosistem bullion services Bank Indonesia serta memenuhi pasokan domestik.
- Pengawasan ekspor diperkuat dengan pelarangan ekspor emas kadar di bawah 99 persen untuk tata kelola baik.
Suara.com - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan alasan penerapan kebijakan bea keluar emas yang berlaku tahun 2026. Salah satunya yakni cadangan bijih emas Indonesia mulai berkurang.
Menkeu Purbaya menyebut kalau Indonesia adalah negara dengan cadangan emas terbesar keempat di dunia dengan persentase 5,6 persen di bawah Australia (18,8 persen), Rusia (18,8 persen), dan Afrika Selatan (7,8 persen).
Namun sebaliknya, cadangan biji emas menunjukkan tren menurun dengan 3.491 ton per 2023. Purbaya juga menyebut kalau harga emas global menunjukkan tren meningkat tajam mencapai 4.076,6 Dolar AS per troy on per November 2025.
Alasan lainnya yakni untuk mendukung prioritas pengembangan ekosistem bullion services dari Bank Indonesia (BI) seperti perdagangan, penitipan, simpanan, dan pembiayaan emas. Kebutuhan pasokan emas domestik juga turut meningkat.
"Oleh karena itu diperlukan instrumen kebijakan bea keluar untuk mendukung ketersediaan suplai emas di Indonesia," kata Purbaya dalam Rapat Kerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Komisi XI DPR RI yang disiarkan virtual, Senin (8/12/2025).
Berdasarkan Pasal 2A Ayat 2 UU Kepabeanan, Purbaya mengungkapkan kebijakan bea keluar digunakan dengan tujuan menjamin terpenuhinya kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumber daya alam (SDA), mengantisipasi kenaikan harga yang cukup drastis dari komoditas ekspor tertentu di pasar internasional, dan menjaga stabilitas harga komoditas tertentu di dalam negeri.
"Tentunya juga agar dapat mengoptimalkan penerimaan negara," lanjutnya.
Agar hilirisasi berjalan lebih efektif, Bendahara Negara mengatakan kebijakan bea keluar emas dirancang dengan prinsip bahwa tarif produk hulu ditetapkan lebih tinggi dibandingkan produk hilir.
Kemudian pengawasan ekspor emas diperkuat melalui ketentuan yang melarang ekspor produk emas dengan kadar di bawah 99 persen. Adapun emas dengan kadar 99 persen atau lebih berupa emas batangan, granula, dan emas setengah jadi lainnya hanya dapat diekspor dengan terlebih dahulu menyampaikan laporan surveyor atau LPS.
Baca Juga: Menkeu Purbaya Ungkap Program Hilirisasi Mulai Berdampak ke PDB, Ini Datanya
Lebih lanjut Purbaya mengatakan kalau pengaturan ini bertujuan memastikan bahwa setiap penerimaan emas telah diverifikasi kadar dan kesesuaiannya sebelum diekspor.
"Instrumen bea keluar diharapkan dapat mendukung pengawasan good governance transaksi ekspor emas," jelasnya.