- Menkeu Purbaya menjelaskan kebijakan bea keluar batu bara bertujuan meningkatkan penerimaan negara dan mendorong hilirisasi.
- Indonesia sebagai produsen batu bara terbesar ketiga masih mengekspor komoditas mentah dengan nilai tambah rendah.
- Pemerintah berkomitmen transisi energi bertahap sambil menjaga batu bara sebagai penopang ketahanan energi nasional.
Suara.com - Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengungkapkan alasan kebijakan penarikan bea keluar batu bara yang akan berlaku tahun depan.
Menkeu Purbaya menyebut kalau Indonesia merupakan produsen batu bara terbesar ketiga di dunia saat ini. Hanya saja sebagian besar produksinya masih diekspor dalam bentuk mentah dengan nilai tambah rendah.
"Sehingga kita kehilangan potensi ekonomi yang lebih tinggi. Untuk itu instrumen bea keluar disiapkan guna meningkatkan penerimaan negara sekaligus mendorong hilirisasi dan dekarbonisasi yang saat ini mekanismenya sedang kami finalisasi bersama kementerian terkait," katanya dalam Rapat Kerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan Komisi XI DPR RI yang disiarkan virtual, Senin (8/12/2025).
Demi menjamin energi yang merata dan terjangkau, Purbaya mengakui batu bara tetap menjadi tulang punggung pasokan untuk menjaga stabilitas tarif listrik bagi rakyat dan industri.
Maka dari itu, Pemerintah tetap berkomitmen mendorong transisi energi yang lebih bersih. Namun didorong secara bertahap, berkeadilan, dan sustainable.
"Pendekatan ini sangat penting agar upaya penurunan emisi tetap berjalan tetapi tidak mengganggu ketahanan energi nasional. Batu bara tidak hanya berperan sebagai sumber energi, tetapi memberikan potensi besar untuk mendukung hilirisasi industri nasional," papar dia.
Purbaya membandingkan negara lain seperti China dan India yang telah memanfaatkan batu bara untuk menghasilkan berbagai produk turunan yang bernilai tambah lebih tinggi.
Dari sana dia menilai bahwa batu bara menjadi salah satu komoditas strategis yang dapat memperkuat struktur industri nasional.
"Pendekatan ini juga sejalan dengan upaya dekarbonisasi di mana pemanfaatan batu bara diarahkan melalui pemanfaatan teknologi dan proses yang lebih efisien, serta menghasilkan emisi yang lebih rendah," beber dia.
Baca Juga: Wamen ESDM: Investasi Hilirasi Nikel Diproyeksikan Tembus USD 618 Miliar pada 2040
Lebih lanjut Bendahara Negara mengatakan alau perkembangan harga batu bara acuan atau HBA menunjukkan tren penurunan yang cukup tajam sejak pertengahan tahun 2023.
Untuk tahun 2025, ia memperkirakan HBA di kisaran 111 Dolar AS per ton, yang jauh lebih rendah dibandingkan periode puncaknya.
"Sementara proyeksi tahun 2026 menunjukkan bahwa harga kemungkinan bergerak pada kisaran 95-100 Dolar AS per ton," jelas Purbaya.