Di Balik Laju Mobil Listrik, Bagaimana Adopsinya di Indonesia?

Kamis, 11 Desember 2025 | 12:00 WIB
Di Balik Laju Mobil Listrik, Bagaimana Adopsinya di Indonesia?
(Dok: ID COMM)

Selain alasan finansial, ada pula faktor psikologis. Responden pemilik mobil listrik merasa bangga menjadi bagian dari early adopter dimana mereka menikmati peran sebagai trend setter dan diasosiasikan dengan gaya hidup modern. Sementara, aspek lingkungan masih bersifat tambahan.

Proses pengambilan keputusan untuk pembelian mobil listrik sebenarnya tidak jauh berbeda dari konsumen mobil berbahan bakar fosil. Biasanya mereka dipengaruhi oleh orang di sekitarnya. Selain itu, media sosial dan influencer otomotif menjadi rujukan awal mereka untuk mencari informasi, mulai dari ulasan produk, perbandingan merek hingga harga yang berkisar antara Rp189 juta dan Rp1,59 miliar.

Sedangkan dari sisi usia, terdapat tiga kelompok utama yaitu usia 25–35 tahun yang sedang membangun karier; usia 36–50 tahun yang sudah mapan secara keluarga dan pekerjaan; serta usia 50 tahun ke atas yang ingin tetap bermobilitas nyaman tanpa biaya operasional tinggi, terutama saat memasuki masa pensiun.

(Dok: IDCOMM)
(Dok: ID COMM)

Pelaku industri

Pelaku industri menilai transisi ini berada di simpang jalan: pasar tumbuh cepat, tetapi belum cukup kuat tanpa dukungan kebijakan yang stabil. Di sisi lain, analisis regulasi menunjukkan bahwa pemerintah membangun kerangka besar dari hulu ke hilir, mulai dari penambangan bahan baku, industri baterai, manufaktur kendaraan, hingga daur ulang. Meski begitu, tantangannya terletak pada harmonisasi antar sektor agar kebijakan tidak saling tumpang tindih.

Saat ini, persaingan industri mobil listrik tengah memasuki fase price–performance war yang dipimpin produsen asal Tiongkok dengan efisiensi rantai pasok dan agresivitas harga yang ditawarkan setiap pabrikan. Sementara itu, produsen mobil listrik sekaligus menghadapi tekanan margin, siklus model yang kian pendek, dan ketidakpastian insentif. Pasar yang masih terkonsentrasi di wilayah urban dan didominasi kelas menengah atas menegaskan bahwa fase ini lebih merupakan masa penyesuaian daripada pertumbuhan inklusif.

Selama tiga tahun pertama, pertumbuhan mobil listrik lebih mencerminkan perpindahan konsumen daripada perluasan pasar. Lonjakan penjualan mobil listrik terjadi saat total penjualan mobil nasional justru menurun. Ini menunjukkan adanya kanibalisme pasar, yaitu konsumen bergeser dari mobil ICE ke mobil listrik, bukan menambah jumlah pembeli baru.

Peran media

Media arus utama pun memainkan peran penting sebagai penerjemah informasi: menyaring hype, menjembatani perspektif publik, dan menjaga agar perbincangan mobil listrik tidak sekadar menjadi narasi elit, melainkan diskusi yang relevan bagi masyarakat luas.

Baca Juga: BCA Syariah WEpreneur Summit 2025: Dukung UMKM Perempuan Berdaya, Tumbuh, dan Memimpin

Di tengah lanskap komunikasi yang makin terfragmentasi yang dipenuhi influencer, key opinion leader, dan kanal komunitas, media arus utama diharapkan dapat menjaga kredibilitas sekaligus memastikan publik menerima informasi yang edukatif dan kontekstual, bukan sekadar promosi. Dalam ekosistem transisi kendaraan listrik, media berperan sebagai penerjemah dan mediator yang menjembatani kepentingan pemerintah, industri, dan masyarakat.

“Diharapkan, narasi media seharusnya tidak hanya berfokus pada kemajuan teknologi, tetapi juga menyertakan perspektif kritis sebagai bentuk edukasi dan mitigasi risiko publik,” ungkap studi ID COMM.

Di tengah perubahan besar ini, pertanyaannya bukan lagi apakah masyarakat siap beralih ke mobil listrik, melainkan bagaimana ekosistem dapat dibangun lebih inklusif agar adopsi tidak berhenti pada kelompok early adopter saja. Infrastruktur pengisian yang lebih merata, kepastian layanan purnajual, serta komunikasi publik yang jujur dan edukatif menjadi kunci agar transisi ini berjalan mulus.

Pada akhirnya, perjalanan Diana dan Bobby menunjukkan bahwa transisi ke mobil listrik bukan hanya soal teknologi, tetapi tentang perubahan perilaku, keputusan sehari-hari, dan keberanian mengambil langkah lebih dulu. Mereka dan ribuan pengguna awal lainnya telah ikut menggerakkan pertumbuhan positif kendaraan listrik di Indonesia, bahkan sebelum ekosistemnya benar-benar matang.

Namun di balik kemajuan itu, wacana penghentian insentif terus membayangi. Tahun depan bisa menjadi titik balik: apakah pemerintah akan menarik insentif karena menilai industri sudah kuat, atau justru mempertahankannya untuk menjaga momentum dan memberi ruang bagi lebih banyak orang mengikuti jejak para early adopter? ***

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI