Suara.com - Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI) menyatakan komitmennya untuk menyelidiki secara menyeluruh insiden dugaan ujaran rasis yang terjadi dalam laga putaran ketiga kualifikasi Piala Dunia 2026 antara Indonesia melawan Bahrain. Pertandingan tersebut digelar di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta, pada 25 Maret 2025 dan berakhir dengan kemenangan tipis 1-0 untuk Indonesia.
Anggota Komite Eksekutif PSSI, Arya Sinulingga, menjelaskan bahwa pihaknya kini tengah memproses laporan mengenai adanya perilaku tidak pantas yang ditunjukkan oleh sebagian suporter dalam pertandingan tersebut.
Perilaku tersebut dinilai mencederai semangat sportivitas yang selama ini dijunjung dalam pertandingan internasional.

PSSI saat ini melakukan proses identifikasi terhadap pelaku ujaran rasis. Meski dihadapkan pada tantangan teknis, seperti keterbatasan kamera pengawas (CCTV) yang tidak memiliki fitur perekaman suara, upaya pencocokan dengan tayangan siaran televisi tengah dilakukan.
Langkah ini dinilai penting untuk memastikan kebenaran informasi dan menghindari tuduhan yang tidak berdasar.
"Memang benar, CCTV kami enggak punya suara, itu jadi kelemahan juga. Tapi nanti kita klopkan sama tayangan TV, klop nanti. Pasti akan ada yang kami hukum enggak bisa masuk GBK," kata Arya kepada Antara, Rabu (7/5/2025).
PSSI menegaskan bahwa jika pelaku berhasil diidentifikasi, maka sanksi tegas akan dijatuhkan. Salah satu bentuk hukuman yang disiapkan adalah larangan masuk ke stadion GBK dalam pertandingan selanjutnya.
Pendekatan ini merupakan bagian dari strategi PSSI untuk menjaga marwah sepak bola nasional dan menjadikan stadion sebagai ruang aman dan nyaman bagi seluruh penonton dari latar belakang mana pun.
Di luar dugaan tindakan rasisme tersebut, pertandingan kontra Bahrain juga menyisakan sorotan lain yang sempat viral di media sosial.
Baca Juga: Selamat Tinggal, Elkan Baggott Pergi
Momen tersebut berkaitan dengan aksi seorang suporter yang mengambil secara sepihak jersey milik Marselino Ferdinan yang sebenarnya ditujukan untuk seorang bocah bernama Kenneth.
Kenneth, yang hadir menonton pertandingan, membawa tulisan yang berisi permintaan agar Marselino memberikan jersinya usai laga.
Sayangnya, saat Marselino melemparkan jersey ke arah tribun penonton, seorang pria dewasa justru mengambilnya lebih dulu. Aksi ini terekam kamera dan menyebar luas di berbagai platform media sosial, mengundang reaksi publik.
Berkat teknologi dan sistem identifikasi yang dikembangkan oleh Garuda ID serta dukungan kecerdasan buatan (AI), PSSI berhasil mengidentifikasi pria tersebut.
Sebagai bentuk sanksi atas tindakannya, pria tersebut dimasukkan dalam daftar hitam dan dilarang masuk ke stadion untuk pertandingan selanjutnya.
Sementara itu, sebagai bentuk penghargaan terhadap dukungan Kenneth, PSSI memastikan bahwa anak tersebut tetap mendapatkan jersey yang dikenakan Marselino dalam pertandingan melawan Bahrain.
Dalam unggahan akun Instagram resmi Timnas Indonesia pada 27 Maret, Kenneth terlihat bahagia mengenakan jersey tersebut sambil tersenyum ke arah kamera.
Langkah cepat PSSI dalam dua kasus ini menunjukkan komitmen federasi dalam menjaga integritas sepak bola nasional.
Selain memberikan perlindungan terhadap pemain dan suporter, tindakan tegas ini juga menjadi bagian dari upaya menciptakan atmosfer positif di setiap pertandingan, baik di dalam maupun di luar lapangan.
Dugaan ujaran rasis dalam dunia sepak bola bukanlah hal baru, dan berbagai federasi internasional seperti FIFA dan AFC telah menaruh perhatian serius terhadap isu ini.
Di banyak negara, pelaku ujaran kebencian saat pertandingan bisa menghadapi konsekuensi hukum serius.
Oleh karena itu, langkah preventif dan penegakan aturan yang ketat di tingkat nasional menjadi hal penting untuk mencegah kasus serupa terulang.
PSSI menegaskan akan terus meningkatkan pengawasan dan sistem keamanan di stadion. Dengan memanfaatkan teknologi dan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, federasi berharap setiap pertandingan dapat berlangsung tanpa insiden yang mencoreng nama baik sepak bola Indonesia.