Suara.com - Rumor panas menyelimuti Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia. Eskalasi konflik Timur Tengah memicu spekulasi pencoretan Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah babak keempat.
Di tengah ketidakpastian kondisi geopolitik di Timur Tengah, rumor kencang berembus bahwa Arab Saudi dan Qatar terancam batal menjadi tuan rumah babak keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia.
Babak keempat kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia merupakan jalur play-off yang mempertemukan peringkat ketiga dan keempat dari tiga grup di babak ketiga.
Formatnya direncanakan akan dibagi menjadi dua grup, di mana juara grup akan langsung lolos ke Piala Dunia.
AFC sebelumnya telah menunjuk Arab Saudi dan Qatar sebagai tuan rumah untuk masing-masing grup dalam format turnamen terpusat.
![Federasi Sepak Bola Asia (AFC) kembali membuat keputusan kontroversial menjelang babak keempat Kualifikasi Piala Dunia 2026. [Bolatimes.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/06/20/93643-logo-afc.jpg)
Namun, penunjukan ini kini berada di bawah evaluasi serius seiring dengan memanasnya eskalasi konflik di kawasan tersebut.
Ketegangan yang melibatkan Israel dan Iran di Timur Tengah menimbulkan kekhawatiran besar mengenai aspek keamanan dan netralitas, dua pilar utama yang tidak bisa ditawar dalam penyelenggaraan event sekelas kualifikasi Piala Dunia.
Terbaru, Iran melancarkan serangan militer yang menyasar ke pangkalan militer Amerika Serikat di Qatar.
Analisis Risiko: Mengapa FIFA dan AFC Khawatir?
Baca Juga: 2 Negara ASEAN Bisa Jadi Tuan Rumah Round 4 Kualifikasi Piala Dunia 2026
Kekhawatiran utama FIFA dan AFC berpusat pada jaminan keselamatan bagi seluruh tim peserta, ofisial, media, dan suporter.
Konflik regional yang sedang berlangsung menciptakan potensi risiko keamanan yang signifikan. Lebih dari itu, isu netralitas menjadi sangat pelik.
Misalnya, jika ada negara peserta yang memiliki hubungan diplomatik yang tegang dengan negara tuan rumah, atau dengan sekutu negara tuan rumah, maka akan timbul masalah besar.
Kehadiran tim dari negara tertentu bisa menjadi pemicu insiden keamanan atau setidaknya menciptakan atmosfer pertandingan yang tidak kondusif dan sarat akan muatan politis.
"Keselamatan dan prinsip fair play adalah prioritas tertinggi kami. Setiap keputusan yang diambil harus memastikan bahwa semua tim dapat bertanding di lingkungan yang aman dan adil," bunyi pernyataan standar dari pejabat FIFA dalam situasi serupa, menekankan bahwa faktor non-teknis tidak boleh mengintervensi jalannya kompetisi.
Situasi ini memaksa FIFA dan AFC untuk memikirkan ulang keputusan mereka.